Bismillahirrahmanirrahim | Members area : Register | Sign in

Pendiri Pondok Pesantren Manbaul Hikam Putat

Jumat, 25 Oktober 2013

Share this history on :


A. MASA KECIL KH. KHOZIN MANSUR 
Adalah putra dari kyai Mansur, lahir didesa Mayangan, kabupaten Jombang sekitar tahun 1912 M. Sejak kecilnya, kyai Khozin hidup dilingkungan keluarga yang religious. Pendidikan dan ilmu agama ia peroleh dari kedua orang tuanya dan sang kakek yang bernama Mbah Minhaj. Sosok mbah minhaj adalah guru agama yang mengajarnya saat menuntut ilmu dibangku Sekolah Rakyat. (SR: Setingkat Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah pada masa sekarang). Sejak usia belia, kyai Khozin sudah mempunyai semangat untuk menuntut ilmu pengetahuan. Usai menyerap pokok-pokok ilmu agama yang diberikan oleh Mbah Minhaj dan ilmu-ilmu lain dari sekolah rakyat, kyai Khozin melanjutkan sekolahnya didesa Parimono (sekitar 5 km arah selatan desa Mayangan, Jombang). Pendidikan dasar seperti umumnya ditempuh selama enam tahun. 
B. NYANTRI KE KH. HASYIM ASY’ARI 
Tamat menuntut ilmu pada pendidikan Tingkat Dasar (SR) di Mayangan, dan Parimono, Khozin dipasrahkan oleh abanya (Kyai Mansur) kepada Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari untuk bisa belajar ilmu-ilmu agama di pondok pesantren yang beliau pimpin, yaitu Tebu Ireng Jombang. Situasi dan kondisi zaman saat kyai Khozin memulai nyantri di KH. Hasyim Asy’ari adalah zaman penjajah Belanda atas bangsa Indnesia. Dan KH. Hasyim Asy’ari sebagaimana kita ketahui adalah sosok ulama besar dan Kharismatik. Beliau adalah mata gurunya Kyai-Kyai Jawa, pendiri dan Ro’is Akbar Nahdhtul Ulama’ (NU). Seluruh hidupnya didarmabaktikan untuk berdakwah dan mewujudkan cita-cita IZZUL ISLAM WAL MUSLIMIN (Menciptakan keluhuran islam dan kaum Muslimin). Cara yang beliau tempuh untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut adalah dengan mendirikan Pondok Pesantren, Mendidik umat, dan Mencetak Ulama’ dan Kader-Kader bangsa. Jika umat dapat di didik dan di cerdaskan, dan tokoh ulama’, dan pejuang dipersatukan, maka akan menjadi senjata ampuh untuk meraih kemerdekaan tanah air, Lepas dari cengkraman penjajah Belanda. Bertahun tahun mondok di Tebu Ireng betul-betul di manfaatkan oleh Khozin untuk mengkaji kitab- kitab hadits nomer wahid dalam tradisi keilmuan kaum Sunni (Ahlussunnah Waljama’ah) yaitu kitab sohih Al-Bukhori karya Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhori atau yang populer disebut “Al-imam Al-Bukhori” dan kitab Shohih Muslim karya “Al-Imam Muslim” dan Kutubus Sittah lainnya, seperti Sunan Al-Turmudzi, Sunan An-Nasa’I, Sunan Al-Tabrani dan Sunan Ibnu Majjah. Seperti di ketahui bahwa ilmu hadits merupakan salah satu spesialisasi keilmuaan KH. Hasyim Asy’ari. Di samping mengkaji kitab-kitab babun di atas, kyai Khozin juga menerima pengajaran kitab Fathul Mu’in (disiplin kajian fiqih) secara langsung dari Hadratus Syaikh. Belum dapat di ketahui pasti berapa puluh tahun santri yang bernama Kyai Khozin Mansur ini nyantri dan menyerap ilmu-ilmu agama dari pesantren Hadratus Syaikh di Tebu Ireng. Hanya saja ketika di wawancarai oleh H.Aflah Afriadi (cucu KH. Khozin Mansur) dan Moch. Solehuddin (guru MA.Manba’ul Hikam) pada hari minggu 25 November 2007, KH. Khozin Mansur menuturkan bahwa dirinya ketika menamatkan ilmu-ilmu penting di pesanren Tebu Ireng, di tawarkan oleh Hadratus Syaikh untuk bersedia dikirim mengajar disalah satu pesantren di Pulau Madura, tapi dengan syarat harus mendapatkan izin dari orang tua. Tawaran Hadratus Syaikh tersebut akhirnya beliau konsultasikan dengan Kyai Mansur dan Ibunyai Mansur. Kyai Mansur tidak berkomentar apa-apa, tetapi Ibunyai Mansur tidak mengizini. Sang ibu lebih senang kalau anaknya yang bernama Khozin ini lebih lama lagi menyerap ilmu di Tebu Ireng. Alasan ibu menolak tawaran tersebut cukup sederhana, yaitu kalau kamu pergi ke Madura dan sudah di paksa bapak guru maka aku khawatir kamu akan lupa diri, sehingga malas mengaji. Hasil konsultasi dan musyawarah dengan orang tua, akhirnya beliau haturkan kepada Hadratus Syaikh. Beliau pun memahami sehingga tidak jadi mendelegasikan santri seniornya (kyai Khozin) ke pesantren pulau Madura. Setelah kejadian di atas, Hadratus Syaikh berkata sebagaimana di ceritakan oleh KH. Khozin kepada H. Aflah dan M. Solehuddin pada hari minggu 25 November 2007, “Saya dulu pernah mondok di Wonokoyo, malahan yang mengajar adalah abamu (Kyai Mansur) dan saya mengaji Ibnu ‘aqil. Pada saat itu jarang sekali orang yang mengaji kitab Ibnu ‘aqil, yang mengajar adalah abamu”. Saat nyantri di Tebu Ireng kyai Khozin Mansur mempunyai kenangan spesial dengan Gus Kholik Hasyim (putra Hadratus Syaikh yang juga sahabat akrab Khozin). Hampir tiap pukul 01.00 WIB (dini hari), Gus Kholik (sekarang pesantrennya diteruskan oleh Puntranya KH. Khakam Kholiq) datang dan mengetuk pintu kamar kyai Khozin. Lalu mereka berdua pergi ke warung kopi untuk sekedar ngopi dan bercengkrama. Setelah itu, mereka berdua kembali ke kamar untuk muthola’ah kitab bersama.
(http://hikamasfa.wordpress.com)
Terima kasih untuk mengunjungi blog IKA.PPMH, Ada pertanyaan? Kontak pada: faisholamir12@gmail.com.
Silakan tinggalkan komentar Anda di bawah ini. Terima kasih dan semoga bermanfaat..

0 komentar:

Pedulikah Akhi-Ukhti (Alumni) terhadap PP. Manbaul Hikam Putat?
Sangat Peduli0%
Peduli 0%
Tidak Peduli 0%
Biasa Aja0%

Popular Posts