Mainstream
nalar berpikir orang pesantren adalah tertutup, konvensional,
tradisioanal dan stagnan. jarang orang pesantren baik Uatadz maupun santri
berani melakukan kajian teks suci karena dipandang sebagai pembangkangan,
penghianatan dan perusakan nilai-nilai sakral yang sudah terpelihara
kebenarannya secara absolut dan turun temurun.
Akibatnya, ini menghilangkan kekuatan logika pesantren yang dikenal dengan
petualangan pemikirannya guna mendapat inspirasi baru dibalik kebesaran Allah
SWT. mempelajari itu kita perlu menjelaskan pemikiran alternatif apa yang
harus di kerjakan penghuni pesantren agar tidak jumud dan mengalami kemunduran
pemikiran. pula tidak diklaim sebagai dosa agama yang kemudian berbuntut pada
pemurtadan, mengutip pendapat Muhammad Yunis dalam bukunya
politik pengkafiran dan Petaka Kaum Beriman (Pilar media, November 2006)
Memandang persoalan tersebut muncul, tumbuh dan besar di kalangan pesantren karena pesantren masih kuat menganut budaya patron-client. Ada semacam ewuh pakeewuh untuk berkegiatan intelektual yang sifatnya membangun dan mendinamis. Ada keengganan untuk berani dan memiliki semangat berbuat lebih dari hasil zaman lampau dalam memproduksi gagasan baru yang lebih cemerlang. seakan ada kelancangan bila penghuni pesantren melakukannya dan ini di nilai tidak etis, bila mengguna kan paradigma pesantren salaf.
di-sana pula, terbenam kebersalahan bila melangkahi sesepuhnya dalam membingkai agama islam yang sudah di rintisnya itu. Bila ini dilakukan, sama saja dengan tidak percaya lagi dengan kerja pemikiran pendahulunya. Ini tidak sopan. Tidak sopan dalam dunia pesantren sama dengan tidak menghormati dan menyanjung hasil kerja keras seniornya.
Membongkar dan merevisi ulang sifat tidak mendidik seperti itu jelas dibutuhkan, sebab ini menyangkut dinamika kemanusiaan dan agama islam kedepan. Agar tak tergilas zaman yang terus bergerak maju tanpa bisa di rem oleh siapapun, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi Amerika yang katanya adidaya itu. di iyakan atau tidak, tatkala pesantren mencoba berani keluar dari format pemikiran yang masih kerdil, niscaya ini akan banyak melahirkan prestasi baru yang luar biasa. Agama islam tak akan berjalan ditempat dengan modelnya yang statis baik dalam ranah sosial maupun yang lainnya.
Islam akan berkembang pesat lantaran pesantren sudah bisa merubah paradigma berpikirnya yang narrow-minded menuju keterbukaan.
Ini harus dilakukan, sebab pesantren ada untuk kemajuan agama dan masyarakat. Ia bukan dibangun dengan sekian jutaan dan milyaran rupiah bahkan dolar baik infrastruktur maupun suprastrukturnya untuk menghambat perjalanan agama dan masyarakat. Pesantren adalah sentrum pertarungan intelektual dan pemikiran yang dapat mengakomodasi banyak hal yang selanjutnya disumbangkan demi terbangunnya pembacaan teks-teks suci yang lebih fleksibel, lentur dan terbuka dengan sekian pemahaman, sekaligus penafsirannya. Sehingga bermanfaat untuk semua umat dengan konsep Rahmatan lil alamin.
Sangat mustahil bila pesantren dibuat untuk memburamkan nasib agama dan masyarakat.
Mengapa pesantren dianggap segaian orang masih terbelakang, karena ada ketakutan pada buku-buku pemikiran barat (orientalisme phobia).
Ini dinilai berpotensi menyesatkan umat. Padahal bila dilihat dalam sejarah islam saat Ibnu Rusdy hidup, ia mampu mencemerlangkan islam dengan mengotak-atik pemikiran Aristoteles dari yunani (yahudi, dan bagian dari dedengkot pemikir barat). Sehingga barat dengan yahudinya waktu itu sedikit mundur kebelakang. Tapi sayang ini tidak dikembangkan lagi pasca Ibn Rusdy. Kajian intelektual islam waktu itu malah menuding pemikiran Ibn Rusdy sesat dan orientalis. Alih-alih, tatkala umat islam melemparkan ide Ibn Rusdy ke tong sampah, Barat pun memulung gagasan Ibn Rusdy. Ia mempelajari pemikiran Ibn Rusdy dan hasilnya adalah Barat pun menuai kecermelangan peradaban.
Dalam pandangan hidup Barat, selama pemikiran siapapun, baik berlatar belakang Kristen maupun tidak, dapat melahirkan satu tatanan kehidupan yang lebih baik, sempurna dan seterusnya, ini harus di ambil dan dirayakan. Kita tidak usah munafik dan jaga image sebab sikap demikian justru memundurkan dinamika hidup. Karennya, pesantren dengan basis utamanya Islam, serta kajian keislamannya, penting dan perlu meniru budaya Barat yang terbuka terhadap pemikiran di luar Kristen. Tidak penting mengandalkan ego-sentrisme kerdil dan sempit.
Banyak melakukan dialog dengan dunia pemikiran orientalis adalah keniscayaan tak terbantahkan sebab inilah jalan utama yang dapat memuluskan pesantren lebih maju. Pesantren akan melahirkan pemikiran mumpuni kendati tetap harus menjaga orsinalitasnya sebagai kawah condrodimuko keaslian Islam. Biarkan pemikiran orientalisme memasuki Pesantren selama itu dibutuhkan demi kemajuan kajian pemikiran Islam dan terbangunnya Islam yang gilang-gemilang....Wallahu 'A'lam Bissawab
Memandang persoalan tersebut muncul, tumbuh dan besar di kalangan pesantren karena pesantren masih kuat menganut budaya patron-client. Ada semacam ewuh pakeewuh untuk berkegiatan intelektual yang sifatnya membangun dan mendinamis. Ada keengganan untuk berani dan memiliki semangat berbuat lebih dari hasil zaman lampau dalam memproduksi gagasan baru yang lebih cemerlang. seakan ada kelancangan bila penghuni pesantren melakukannya dan ini di nilai tidak etis, bila mengguna kan paradigma pesantren salaf.
di-sana pula, terbenam kebersalahan bila melangkahi sesepuhnya dalam membingkai agama islam yang sudah di rintisnya itu. Bila ini dilakukan, sama saja dengan tidak percaya lagi dengan kerja pemikiran pendahulunya. Ini tidak sopan. Tidak sopan dalam dunia pesantren sama dengan tidak menghormati dan menyanjung hasil kerja keras seniornya.
Membongkar dan merevisi ulang sifat tidak mendidik seperti itu jelas dibutuhkan, sebab ini menyangkut dinamika kemanusiaan dan agama islam kedepan. Agar tak tergilas zaman yang terus bergerak maju tanpa bisa di rem oleh siapapun, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi Amerika yang katanya adidaya itu. di iyakan atau tidak, tatkala pesantren mencoba berani keluar dari format pemikiran yang masih kerdil, niscaya ini akan banyak melahirkan prestasi baru yang luar biasa. Agama islam tak akan berjalan ditempat dengan modelnya yang statis baik dalam ranah sosial maupun yang lainnya.
Islam akan berkembang pesat lantaran pesantren sudah bisa merubah paradigma berpikirnya yang narrow-minded menuju keterbukaan.
Ini harus dilakukan, sebab pesantren ada untuk kemajuan agama dan masyarakat. Ia bukan dibangun dengan sekian jutaan dan milyaran rupiah bahkan dolar baik infrastruktur maupun suprastrukturnya untuk menghambat perjalanan agama dan masyarakat. Pesantren adalah sentrum pertarungan intelektual dan pemikiran yang dapat mengakomodasi banyak hal yang selanjutnya disumbangkan demi terbangunnya pembacaan teks-teks suci yang lebih fleksibel, lentur dan terbuka dengan sekian pemahaman, sekaligus penafsirannya. Sehingga bermanfaat untuk semua umat dengan konsep Rahmatan lil alamin.
Sangat mustahil bila pesantren dibuat untuk memburamkan nasib agama dan masyarakat.
Mengapa pesantren dianggap segaian orang masih terbelakang, karena ada ketakutan pada buku-buku pemikiran barat (orientalisme phobia).
Ini dinilai berpotensi menyesatkan umat. Padahal bila dilihat dalam sejarah islam saat Ibnu Rusdy hidup, ia mampu mencemerlangkan islam dengan mengotak-atik pemikiran Aristoteles dari yunani (yahudi, dan bagian dari dedengkot pemikir barat). Sehingga barat dengan yahudinya waktu itu sedikit mundur kebelakang. Tapi sayang ini tidak dikembangkan lagi pasca Ibn Rusdy. Kajian intelektual islam waktu itu malah menuding pemikiran Ibn Rusdy sesat dan orientalis. Alih-alih, tatkala umat islam melemparkan ide Ibn Rusdy ke tong sampah, Barat pun memulung gagasan Ibn Rusdy. Ia mempelajari pemikiran Ibn Rusdy dan hasilnya adalah Barat pun menuai kecermelangan peradaban.
Dalam pandangan hidup Barat, selama pemikiran siapapun, baik berlatar belakang Kristen maupun tidak, dapat melahirkan satu tatanan kehidupan yang lebih baik, sempurna dan seterusnya, ini harus di ambil dan dirayakan. Kita tidak usah munafik dan jaga image sebab sikap demikian justru memundurkan dinamika hidup. Karennya, pesantren dengan basis utamanya Islam, serta kajian keislamannya, penting dan perlu meniru budaya Barat yang terbuka terhadap pemikiran di luar Kristen. Tidak penting mengandalkan ego-sentrisme kerdil dan sempit.
Banyak melakukan dialog dengan dunia pemikiran orientalis adalah keniscayaan tak terbantahkan sebab inilah jalan utama yang dapat memuluskan pesantren lebih maju. Pesantren akan melahirkan pemikiran mumpuni kendati tetap harus menjaga orsinalitasnya sebagai kawah condrodimuko keaslian Islam. Biarkan pemikiran orientalisme memasuki Pesantren selama itu dibutuhkan demi kemajuan kajian pemikiran Islam dan terbangunnya Islam yang gilang-gemilang....Wallahu 'A'lam Bissawab
0 komentar:
Posting Komentar