Jika Presiden pernah mengusulkan 1 Muharam,
RMI berpendapat 22 Oktober lebih tepat karena alasan historis. Ribuan
pesantren dan jutaan santri sudah menunggu keputusan Presiden terkait
dengan Hari Santri Nasional. Kebijakan itu, menguatkan marwah negara.
Langkah Presiden Jokowi sudah tepat untuk memberikan penghormatan kepada
santri, karena jasa-jasa pesantren di masa lalu yang luar biasa untuk
memperjuangkan kemerdekaan serta mengawal kokohnya NKRI.
Latar
belakang pentingnya Hari Santri Nasional adalah untuk menghormati
sejarah perjuangan bangsa ini. Hari Santri Nasional tidak sekadar
memberi dukungan terhadap kelompok santri. Justru, inilah penghormatan
negara terhadap sejarahnya sendiri. Ini sesuai dengan ajaran Bung Karno,
bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarah, Jas
Merah!
Ada 3 argumentasi utama yang menjadikan Hari Santri Nasional sebagai sesuatu yang strategis bagi negara:
1)
Hari Santri Nasional pada 22 Oktober, menjadi ingatan sejarah tentang
Resolusi Jihad KH. Hasyim Asy’ari. Ini peristiwa penting yang
menggerakkan santri, pemuda dan masyarakat untuk bergerak bersama,
berjuang melawan pasukan kolonial, yang puncaknya pada 10 Nopember 1945.
2)
Jaringan santri telah terbukti konsisten menjaga perdamaian dan
keseimbangan. Perjuangan para kiai jelas menjadi catatan sejarah yang
strategis, bahkan sejak kesepakatan tentang darul islam (daerah Islam)
pada pertemuan para kiai di Banjarmasin, 1936. Sepuluh tahun berdirinya
NU dan sembilan tahun sebelum kemerdekaan, kiai-santri sudah sadar
pentingnya konsep negara yang memberi ruang bagi berbagai macam kelompok
agar dapat hidup bersama. Ini konsep yang luar biasa.
3)
Kelompok santri dan kiai-kiai terbukti mengawal kokohnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para kiai dan santri selalu berada
di garda depan untuk mengawal NKRI, memperjuangan Pancasila. Pada
Muktamar NU di Situbondo, 1984, jelas sekali tentang rumusan Pancasila
sebagai dasar negara. Bahwa NKRI sebagai bentuk final, harga mati yang
tidak bisa dikompromikan.
Dengan
demikian, Hari Santri bukan lagi sebagai usulan ataupun permintaan dari
kelompok pesantren. Ini wujud dari hak negara dan pemimpin bangsa,
memberikan penghormatan kepada sejarah pesantren, sejarah perjuangan
para kiai dan santri. Kontribusi pesantren kepada negara ini, sudah
tidak terhitung lagi. (Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) KH. Abdul Ghoffar Rozien).
0 komentar:
Posting Komentar