Bismillahirrahmanirrahim | Members area : Register | Sign in
Logo Design by FlamingText.com

Admin

Wikipedia

Hasil penelusuran

Kiai Romly Tamim, Penyusun Doa Istighotsah

Jumat, 29 Agustus 2014


Kata "Istighotsah" (إستغاثة) adalah bentuk masdar dari Fi'il Madli Istaghotsa (إستغاث) yang berarti mohon pertolongan. Secara terminologis, istigotsah berarti beberapa bacaan wirid (awrad) tertentu yang dilakukan untuk mohon pertolongan kepada Allah SWT atas beberapa masalah hidup yang dihadapi.
Istighotsah ini mulai banyak dikenal oleh masyarakat khususnya kaum Nahdliyyin baru pada tahun 1990 an. Di Jawa Timur, ulama yang ikut mempopulerkan istighotsah adalah Almarhum KH Imron Hamzah (Rais Syuriyah PWNU Jatim waktu itu). Namun di kalangan murid Thariqah, khususnya Thariqah Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, Isighotsah ini sudah lama dikenal dan diamalkan.
Bacaan istighotsah yang banyak diamalkan oleh warga Nahdliyyin ini, bahkan sekarang meluas ke seluruh penjuru negeri sebenarnya disusun oleh KH Muhammad Romly Tamim, seorang Mursyid Thariqah Qadiriyah wan Naqsyabandiyah, dari Pondok Pesantren Rejoso, Peterongan, Jombang. Hal ini dibuktikan dengan kitab karangan beliau yang bernama Al-Istighatsah bi Hadrati Rabb al-Bariyyah" (tahun 1951) kemudian pada tahun 1961 diterjemah ke dalam bahasa Jawa oleh putranya KH Musta'in Romli.
KH Muhammad Romly Tamim adalah salah satu putra dari empat putra Kiai Tamim Irsyad (seorang Kiai asal Bangkalan Madura). Keempat putra Kiai Tamim itu ialah Muhammad Fadlil, Siti Fatimah, Muhammad Romly Tamim, dan Umar Tamim.
KH Muhammad Romly Tamim lahir pada tahun 1888 H. di Bangkalan Madura. Sejak masih kecil, beliau diboyong oleh orang tuanya KH. Tamim Irsyad ke Jombang. Di masa kecilnya, selain belajar ilmu dasar-dasar agama dan Al-Qur'an kepada ayahnya sendiri juga belajar kepada kakak iparnya yaitu KH Kholil (pembawa Thariqah Qodiriyah wa Naqsyabandiyah di Rejoso).
Setelah masuk usia dewasa, beliau dikirim orang tuanya belajar ke KH. Kholil di Bangkalan, sebagaimana orang tuanya dahulu dan juga kakak iparnya belajar ke beliau. Kemudian setelah dirasa cukup belajar ke Kiai Kholil Bangkalan, beliau mendapat tugas untuk membantu KH Hasyim Asy'ari mengajarkan ilmu agama di Pesantren Tebuireng, sehingga akhirnya beliau diambil sebagai menantu oleh Kiai Hasyim yaitu dinikahkan dengan putrinya yang bernama Izzah binti Hasyim pada tahun 1923 M. Namun pernikahan ini tidak berlangsung lama karena terjadi perceraian.
Setelah perceraian tersebut, Mbah Yai Romly, begitu biasa dipanggil, pulang ke rumah orang tuanya, Kiai Tamim di Rejoso Peterongan. Tak lama kemudian beliau menikahi seorang gadis dari desa Besuk, kecamatan Mojosongo. Gadis yang dinikahi tersebut bernama Maisaroh. Dari pernikahannya dengan Nyai Maisaroh ini, lahir dua orang putra yaitu Ishomuddin Romly (wafat tertembak oleh tentara Belanda, saat masih muda), dan Musta'in Romly.
Putra kedua Kiai Romly yang tersebut  terakhir ini kemudian menjadi seorang Kiai besar yang berwawasan luas. Hal ini terbukti saat beliau menjadi pengasuh di Pondok Pesantren Darul'Ulum Rejoso, beliau mendirikan sekolah-sekolah umum di dalam pesantren disamping madrasah-madrasah diniyah yang sudah ada. Sekolah-sekolah umum itu di antaranya SMP, SMA, PGA, SPG, SMEA, bahkan juga memasukkan sekolah negeri di dalam pesantren yaitu MTs Negeri dan MA Negeri. Sekolah-sekolah tersebut masih berjalan hingga sekarang.
Di samping menjadi Ketua Umum Jam'iyyah Ahli Thariqoh Mu'tabaroh dan Mursyid Thariqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah pada saat itu, Dr. KH. Musta'in Romly yang kemudian menjadi menantu KH. Abdul Wahab Chasbullah Tambakberas ini juga merupakan satu-satunya Kiai pertama di Indonesia yang mendirikan sebuah Universitas Islam yang cukup ternama pada saat itu (tahun 1965), yaitu Universitas Darul'Ulum Jombang.
Kemudian setelah Nyai Maisaroh wafat, Mbah Yai Romly menikah lagi dengan seorang gadis putri KH. Luqman dari Swaru Mojowarno. Gadis itu bernama Khodijah. Dari pernikahannya dengan istri ketiga ini lahir putra-putra beliau yaitu: KH Ahmad Rifa'iy Romli (wafat tahun 1994), beliau adalah menantu Kiai Mahrus Ali Lirboyo, KH A. Shonhaji Romli (wafat tahun 1992), beliau adalah menantu Kiai Ahmad Zaini Sampang, KH. Muhammad Damanhuri Romly (wafat tahun 2001), beliau adalah menantu Kiai Zainul Hasan Genggong, KH. Ahmad Dimyati Romly (menantu Kiai Marzuki Langitan), dan KH. A. Tamim Romly, M.Si. (menantu Kiai Shohib Bisri Denanyar).
KH. Muhammad Romly Tamim, adalah seorang Kiai yang sangat alim, sabar, sakhiy, wara', faqih, seorang sufi murni, seorang Mursyid Thariqah Qodiriyah wa Naqsyabandiyah, dan pengasuh Pondok Pesantren Darul'Ulum Rejoso, Peterongan, Jombang.
Di antara murid-murid beliau yang terkenal dan menjadi Kiai besar ialah KH. Muhammad Abbas (Buntet Cirebon), KH. Muhammad Utsman Ishaq (Sawahpuluh Surabaya), KH. Shonhaji (Kebumen), KH. Imron Hamzah (Sidoarjo).
KH. Muhammad Romly Tamim, disamping seorang mursyid, beliau juga kreatif dalam menulis kitab. Di antara kitab-kitab karangannya ialah: al-Istighotsah bi Hadrati Rabbil-Bariyyah, Tsamratul Fikriyah, Risalatul Waqi'ah, Risalatush Shalawat an-Nariyah. Beliau wafat di Rejoso Peterongan Jombang pada tanggal 16 Ramadlan 1377 H atau tanggal 6 April 1958 M.
Tata Cara Istighotsah
Melaksanakan istighotsah, boleh dilakukan secara bersama-sama (jamaah) dan boleh juga dilakukan secara sendiri-sendiri. Demikian juga waktunya, bebas dilakukan, boleh siang,  malam, pagi, atau sore. Seseorang yang akan melaksanakan  istighotsah, sayogianya ia sudah dalam keadaan suci, baik badannya, pakaian dan tempatnya,  dan suci dari hadats kecil dan besar.
Juga tidak kalah pentingnya, seseorang yang mengamalkan istighotsah menyesuaikan dengan bacaan dan urutan sebagaimana yang telah ditentukan oleh pemiliknya (Kiai Romly). Hal ini penting disampaikan, sebab tidak sedikit orang yang merubah bacaan dan urutan istighotsah  bahkan menambah bacaan sehingga tidak sama dengan aslinya. Padahal urutan bacaan istighotsah ini, menurut riwayat santri-santri senior Kiai Romli adalah atas petunjuk dari guru-guru beliau, baik secara langsung maupun lewat mimpi.
Diceritakan, sebelum membuat wirid istighotsah ini, beliau Kiai Romli melaksanakan riyaddloh dengan puasa selama 3 tahun. Dalam masa-masa riyadlohnya itulah beliau memperoleh ijazah wirid-wirid istighotsah dari para waliyulloh. Wirid pertama yang beliau terima adalah wirid berupa istighfar, dan karena itulah istighfar beliau letakkan di urutan pertama dalam istighosah. Demikian juga urutan berikutnya adalah sesuai dengan urutan beliau menerima ijazah dari para waliyyulloh lainnya. Oleh karena itu   sebaiknya dalam mengamalkan istighotsah seseorang menyesuaikan urutan wirid-wirid istighotsah sesuai dengan aslinya.
Setelah siap semuanya, barulah seseorang menghadap qiblat untuk memulai istighotsah dengan terlebih dahulu menghaturan hadiah pahala membaca surat al-Fatihah untuk Nabi, keluarga dan shahabatnya, tabi'in, para wali dan ulama khususnya Shahibul Istighatsah Hadratusy Syaikh KH. Muhammad Romly Tamim. (Ishomuddin Ma’shum, dosen Universitas Darul Ulum Jombang) http://www.nu.or.id

Budaya Ewuh Pakewuh

Kamis, 28 Agustus 2014

Mainstream nalar berpikir orang pesantren adalah tertutup, konvensional, tradisioanal dan stagnan. jarang orang pesantren baik Uatadz maupun santri berani melakukan kajian teks suci karena dipandang sebagai pembangkangan, penghianatan dan perusakan nilai-nilai sakral yang sudah terpelihara kebenarannya secara absolut dan turun temurun.
Akibatnya, ini menghilangkan kekuatan logika pesantren yang dikenal dengan petualangan pemikirannya guna mendapat inspirasi baru dibalik kebesaran Allah SWT. mempelajari itu kita perlu menjelaskan pemikiran alternatif apa yang harus di kerjakan penghuni pesantren agar tidak jumud dan mengalami kemunduran pemikiran. pula tidak diklaim sebagai dosa agama yang kemudian berbuntut pada pemurtadan, mengutip pendapat Muhammad Yunis dalam bukunya politik pengkafiran dan Petaka Kaum Beriman (Pilar media, November 2006)
Memandang persoalan tersebut muncul, tumbuh dan besar di kalangan pesantren karena pesantren masih kuat menganut budaya patron-client. Ada semacam ewuh pakeewuh untuk berkegiatan intelektual yang sifatnya membangun dan mendinamis. Ada keengganan untuk berani dan memiliki semangat berbuat lebih dari hasil zaman lampau dalam memproduksi gagasan baru yang lebih cemerlang. seakan ada kelancangan bila penghuni pesantren melakukannya dan ini di nilai tidak etis, bila mengguna kan paradigma pesantren salaf.
di-sana pula, terbenam kebersalahan bila melangkahi sesepuhnya dalam membingkai agama islam yang sudah di rintisnya itu. Bila ini dilakukan, sama saja dengan tidak percaya lagi dengan kerja pemikiran pendahulunya. Ini tidak sopan. Tidak sopan dalam dunia pesantren sama dengan tidak menghormati dan menyanjung hasil kerja keras seniornya.
Membongkar dan merevisi ulang sifat tidak mendidik seperti itu jelas dibutuhkan, sebab ini menyangkut dinamika kemanusiaan dan agama islam kedepan. Agar tak tergilas zaman yang terus bergerak maju tanpa bisa di rem oleh siapapun, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi Amerika yang katanya adidaya itu. di iyakan atau tidak, tatkala pesantren mencoba berani keluar dari format pemikiran yang masih kerdil, niscaya ini akan banyak melahirkan prestasi baru yang luar biasa. Agama islam tak akan berjalan ditempat dengan modelnya yang statis baik dalam ranah sosial maupun yang lainnya.
Islam akan berkembang pesat lantaran pesantren sudah bisa merubah paradigma berpikirnya yang narrow-minded menuju keterbukaan.
Ini harus dilakukan, sebab pesantren ada untuk kemajuan agama dan masyarakat. Ia bukan dibangun dengan sekian jutaan dan milyaran rupiah bahkan dolar baik infrastruktur maupun suprastrukturnya untuk menghambat perjalanan agama dan masyarakat. Pesantren adalah sentrum pertarungan intelektual dan pemikiran yang dapat mengakomodasi banyak hal yang selanjutnya disumbangkan demi terbangunnya pembacaan teks-teks suci yang lebih fleksibel, lentur dan terbuka dengan sekian pemahaman, sekaligus penafsirannya. Sehingga bermanfaat untuk semua umat dengan konsep Rahmatan lil alamin.
Sangat mustahil bila pesantren dibuat untuk memburamkan nasib agama dan masyarakat.
Mengapa pesantren dianggap segaian orang masih terbelakang, karena ada ketakutan pada buku-buku pemikiran barat (orientalisme phobia).
Ini dinilai berpotensi menyesatkan umat. Padahal bila dilihat dalam sejarah islam saat Ibnu Rusdy hidup, ia mampu mencemerlangkan islam dengan mengotak-atik pemikiran Aristoteles dari yunani (yahudi, dan bagian dari dedengkot pemikir barat). Sehingga barat dengan yahudinya waktu itu sedikit mundur kebelakang. Tapi sayang ini tidak dikembangkan lagi pasca Ibn Rusdy. Kajian intelektual islam waktu itu malah menuding pemikiran Ibn Rusdy sesat dan orientalis. Alih-alih, tatkala umat islam melemparkan ide Ibn Rusdy ke tong sampah, Barat pun memulung gagasan Ibn Rusdy. Ia mempelajari pemikiran Ibn Rusdy dan hasilnya adalah Barat pun menuai kecermelangan peradaban.
Dalam pandangan hidup Barat, selama pemikiran siapapun, baik berlatar belakang Kristen maupun tidak, dapat melahirkan satu tatanan kehidupan yang lebih baik, sempurna dan seterusnya, ini harus di ambil dan dirayakan. Kita tidak usah munafik dan jaga image sebab sikap demikian justru memundurkan dinamika hidup. Karennya, pesantren dengan basis utamanya Islam, serta kajian keislamannya, penting dan perlu meniru budaya Barat yang terbuka terhadap pemikiran di luar Kristen. Tidak penting mengandalkan ego-sentrisme kerdil dan sempit.
Banyak melakukan dialog dengan dunia pemikiran orientalis adalah keniscayaan tak terbantahkan sebab inilah jalan utama yang dapat memuluskan pesantren lebih maju. Pesantren akan melahirkan pemikiran mumpuni kendati tetap harus menjaga orsinalitasnya sebagai kawah condrodimuko keaslian Islam. Biarkan pemikiran orientalisme memasuki Pesantren selama itu dibutuhkan demi kemajuan kajian pemikiran Islam dan terbangunnya Islam yang gilang-gemilang....Wallahu 'A'lam Bissawab
Pedulikah Akhi-Ukhti (Alumni) terhadap PP. Manbaul Hikam Putat?
Sangat Peduli0%
Peduli 0%
Tidak Peduli 0%
Biasa Aja0%

Popular Posts

Unit Pendidikan

Followers

Kontributor

Random Post

Flag Counter

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *