Bismillahirrahmanirrahim | Members area : Register | Sign in
Logo Design by FlamingText.com

Admin

Wikipedia

Hasil penelusuran

Hakikat Manusia

Senin, 10 Mei 2010

HAKIKAT MANUSIA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN
(Telaah Hakikat Manusia Dalam Rangka Reorientasi
Pendidikan Islam)


A. Pendahuluan
Manusia diciptakan oleh Allah Swt di tengah dan di antara ciptaan-Nya yang lain, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa. Keberadaan manusia di muka bumi ini adalah atas kehendak Allah, mulai dari saat diturunkan Nabi Adam as. sebagai bapak dan Hawa sebagai ibu semua manusia dari surga. Diturunkan ke muka bumi karena melanggar atau tidak mematuhi perintah Allah, sebagai akibat dari memperturutkan godaan iblis yang terkutut. Jadi Nabi Adam as dan Hawa istrinya diciptakan di surga, sedangkan anak cucunya semua diciptakan di muka bumi.
Untuk mewujudkan hidup dan kehidupan dirinya secara manusiawi, sesuai dengan kondisi penciptaannya dan tuntunan Allah pada semua manusia yang diciptakan-Nya, semua perlu mengenali dan memahami hakikat dirinya. Pengenalan dan pemahaman itu akan mengantarkan pada kesediaan mencari arti kehidupan, agar tidak menjadi sia-sia, baik selama menjadi makhluk penghuni bumi maupun dalam kehidupannya yang kekal di akhirat nanti. Hal itu penting, karena agar manusia dalam menjalankan hak dan kewajibannya atas kebebasan dan tanggung jawabnya diridhai Allah Swt.
Berbicara tentang hakikat manusia, pada dasarnya membicarakan tentang pokok soal yang bersifat radikal, yaitu berusaha menemukan akar pengertian tentang manusia, yang mungkin saja melewati batas-batas pengertian yang hanya menekankan pada salah satu aspek kehidupan, seperti yang terdapat dalam kajian berbagai ilmu, umpamanya antropologi, psikologi dan sosiologi. Hakikat manusia adalah sesuatu yang sangat vital yang menentukan kehidupannya di tengah kancah perubahan masyarakat. Hakikat manusia dimaksudkan adalah kondisi sebenarnya atau intisari yang mendasar tentang keberadaan makhluk yang berasal dari (keturunan) Adam dan Hawa.
Dengan demikian, pencarian tentang hakikat manusia tidak bisa hanya terpaku pada pemikiran tentang sesuatu yang menjadi unsur pokok yang menentukan dirinya, seperti dalam pandangan materialisme (serba materi) yang hanya memandang bahwa unsur pokok yang menentukan kehidupan manusia itu adalah materi. Sebaliknya dalam pandangan spiritualisme (serba ruh) yang menetapkan bahwa unsur pokok yang menentukan kehidupan manusia itu adalah rohani. Di samping itu, pencarian tentang hakikat manusia tidaklah cukup hanya berhenti pada pandangan untuk menjelaskan tentang unsur pokok yang secara internal ada dalam dirinya maupun apa yang dimilikinya yang sesungguhnya bersifat eksternal. Hakikat manusia, menurut Ernat Cassirer dalam bukunya An Essay on Man sebagaimana yang dikutip oleh Musa Asy’arie, tidak tergantung oleh keadaan-keadaan dari luar, hal itu semata-mata tergantung pada nilai yang diberikannya pada dirinya sendiri. Kekayaan, pangkat, perbedaan sosial, bahkan kesehatan atau kepandaian itu semuanya tidak pokok. Satu-satunya persoalan adalah kecenderungan sikap yang terdalam pada jiwa dan prinsip yang terdalam ini tidak pernah dapat dihancurkan.
Senada dengan hal tersebut di atas, Hadawi Nawawi menjelaskan bahwa berpikir tentang hakikat manusia itu tidak dapat sekedar disandarkan pada gejala-gejala atau fakta-fakta yang tampak atau yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia. Dengan kata lain, berpikir tentang hakikat manusia itu tidak boleh sekedar bersifat empiris, karena banyak aspeknya yang bersifat abstrak dan tidak dapat disentuh dengan panca indera manusia yang bersifat terbatas. Namun pengalaman-pengalaman kongkrit perlu juga digunakan dalam proses berpikir untuk memahami tentang hakikat manusia. Dengan kata lain, untuk mendalami hakikat manusia dapat dilakukan baik secara apriori maupun secara apostriori. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa untuk memahami dan mendalami hakikat manusia, harus dilakukan melalui proses berpikir filsafat, dengan tidak mengabaikan fakta-fakta atau pengalaman kongkrit dalam kehidupan manusia. Berpikir filsafat diartikan sebagai perenungan yang dilakukan secara mendalam, mendasar (fundamental) dan tertib tentang sesuatu. Proses itu dibatasi oleh bukti-bukti empiris, tetapi disandarkan pada akal sehat (common sense). Segala sesuatu yang dipikirkan secara filsafat akan diterima kebenarannya, apabila dapat dipahami dan dimengerti oleh akal manusia. Oleh karena akal manusia itu bersifat terbatas, maka kebenaran yang dapat dipahaminya itu dapat keliru atau salah. Oleh karena itulah diperlukan kendali iman kepada Allah Swt dengan semua petunjuk dan ajaran-Nya. Iman digunakan sebagai pengendali dala berpikir secara filosofis itu akan menuntut pada kemampuan akal yang hanya akan menerima kebenaran sesuatu yang akan dipikirkan, apabila tidak bertentangan dengan tuntunan Islam sebagai agama yang benar. Dimana hasilnya nanti diharapkan akan dapat dimanfaatkan untuk memberikan makna bagi kehidupan yang dijalankan dan dijalani semata-mata untuk memperoleh ridha Allah Swt.
Demikian juga menurut Musa Asy’arie, bahwa untuk memahami dan menentukan hakikat manusia itu diperlukan suatu sandaran pemikiran yang lebih mendasar, suatu sandaran yang dapat membawa ke arah pemahaman yang lebih mendasar, suatu sandaran yang berbeda pada tingkatan yang lebih tinggi dari hasil pemikiran manusia. Sandaran yang lebih kuat dan jauh lebih tinggi dari hasil pemikiran manusia itu tidak lain adalah wahyu atau firman-firman Tuhan. Di mana sandaran itu sangat diperlukan karena keterbatasan akal manusia dalam memahami dan menentukan hakikat dirinya, mengingat manusia secara individual tidak pernah terlibat sedikitpun dalam proses penciptaan dirinya, ia lahir dari suatu proses yang berada di luar kekuasaannya, ia adalah ciptaan belaka. Dengan sandaran wahyu Ilahi yang tersurat dalam kitab suci (Al-Qur'an), maka manusia diharapkan dapat memahami hakikat dirinya melalui petunjuk Tuhan yang menciptakannya. Karena pengetahuan yang paling lengkap dan benar tentang sebuah ciptaan adalah pengetahuan yang datang dari penciptanya, karena dialah yang paling tahu tentang makna dan keberadaan sebuah ciptaan.

B. Pembahasan
Dalam kaitannya dengan manusia dalam Al-Qur'an, berikut akan diuraikan beberapa ayat Al-Qur'an yang berhubungan dengan hal tersebut, dan untuk menemukan hakikat manusia yang sebenarnya. Surat al-Taubah (9) ayat 105 menyatakan bahwa :

(QS. al-Taubah [9]: 105).

Ayat ini menyatakan secara tegas bahwa yang menentukan eksistensi baik di hadapan Tuhannya, RasulNya maupun bagi orang yang beriman di antaranya adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau yang diperbuatnya. Karena pekerjaan atau tindakan manusia itu merupakan manifestasi sepenuhnya dari dirinya, mewakili citra dirinya dan menjadi ukuran untuk menilai dirinya.
Selanjutnya Al-Qur'an menegaskan :

(QS. al-Zumar [39]: 39-40).
Ayat tersebut menjelaskan tentang perbuatan manusia dalam kaitannya dengan realitas sosial, dimana dalam kehidupan masyarakat akan terdapat perbedaan tingkat kehidupan, yang tercermin akan adanya berbagai kedudukan sosial seseorang. Dalam hal ini, Al-Qur'an menganjurkan kepada manusia untuk berbuat sesuatu sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat. Ini berarti Al-Qur'an selain mengakui adanya perbedaan tingkat kedudukan sosial seseorang, yang satu berbeda dengan yang lain, juga menyatakan bahwa setiap kedudukan sosial seseorang dalam masyarakat itu menuntut suatu kualitas perbuatan atau tindakan yang sesuai dengan kedudukannya.
Dalam ayat lain dinyatakan bahwa :

(QS. al-Isra’ [17]: 84).
Ayat tersebut menjelaskan hubungan perbuatan manusia dengan kemampuan yang dimilikinya. Dalam kehidupan masyarakat, terdapat perbedaan kemampuan antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan kemampuan itu mungkin dimiliki secara alamiah atau perbedaan tingkat pendidikan dalam lingkungan kebudayaan. Perbedaan kemampuan yang pertama, seperti kemampuan perempuan untuk melahirkan anak, sedangkan perbedaan kemampuan yang kedua seperti seorang arsitek yang dapat merancang suatu konstruksi bangunan yang berbeda dengan seorang ekonom yang hanya mampu merancang suatu bidang kegiatan ekonomi.
Anjuran Al-Qur'an untuk berbuat sesuatu sesuai dengan kemampuan pada dasarnya dapat dianggap sebagai anjuran yang bermakna etik, karena seseorang yang berbuat yang tidak sesuai dengan kemampuannya, seringkali berakibat negatif, mencelakakan dirinya sendiri. Seringkali terjadi dalam kehidupan masyarakat, bahwa seseorang menderita oleh pekerjaannya, bahkan nyaris gagal total, dan hal ini seringkali disebabkan oleh ketidak-mampuannya atau ketidaktahuannya atas kemampuannya atau juga karena ia memaksakan diri untuk berbuat di luar kemampuannya.
Selanjutnya Al-Qur'an menyatakan :

(QS. Hud [11]: 7).
Ayat ini juga menegaskan bahwa betapa pentingnya mencari ‘amal bagi kehidupan manusia di dunia ini, karena kehidupan ini sesungguhnya menjadi kancah manusia dalam pengujian seluruh amal perbuatannya. Dimana lulus tidaknya dalam ujian ini, sepenuhnya ditentukan oleh kualitas amal perbuatannya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh al-Bakriy bahwa dalam pandangan Islam, manusia hanya diukur dan dinilai dari amal perbuatannya, apakah perbuatan itu baik (sesuai dengan ajaran Islam) atau buruk. Manusia sama sekali tidak dinilai dari asal keturunannya, kedudukannya, harta/kekayaannya, dan tidak pula dari keindahan parasnya.
Selanjutnya Al-Qur'an mengatakan :


(QS. Fushshilat [41]: 40).
Dalam hubungan dengan ujian terhadap amal perbuatan manusia, Al-Qur'an menegaskan bahwa adanya kebebasan untuk berbuat. Kebebasan ini dimaksudkan agar amal perbuatan manusia itu mempunyai makna, karena tanpa adanya kebebasan tentunya ujian terhadap amal perbuatan manusia itu menjadi tidak bermakna. Oleh karena itu, amal perbuatan manusia pada hakikatnya adalah manusia sendiri yang sepenuhnya menentukan dan tidak ada campur tangan Tuhan sedikitpun di dalamnya, karena bila ada campur tangan Tuhan dalam amal perbuatan manusia, maka tentunya amal perbuatan itu tidak hanya menjadi ujian bagi manusia sendiri. Tetapi, di atas kebebasan itu diletakkan tanggung jawab, agar kebebasan yang diberikan pada manusia dalam segala amal perbuatannya itu tidak berarti kesewenang-wenanagn atas amal perbuatannya. Dalam huhb ini Al-Qur'an mengatakan :


(QS. al-Nur [24]: 23-25).
Bentuk pertanggungjawaban itu adalah balasan yang setimpal dan adil sesuai dengan kualitas amal perbuatan manusia, yang akan diberikan Tuhan kepada manusia yang diuji amal perbuatannya. Kebebasan itu tidaklah dapat dipisahkan dengan tanggung jawab. Dengan kata lain, kebebasan amal perbuatan manusia itu tidaklah dapat dipisahkan dengan nilai moral yang memberikan penghargaan tinggi adanya tanggung jawab. Dalam hubungan ini Al-Qur'an mengatakan :

(QS. Al-Kahfi [18]: 110).
Ayat 110 surat al-Kahfi tersebut menjelaskan bahwa posisi Al-Qur'an yang berpihak untuk menegakkan hukum moral, sehingga Tuhan hanya dapat ditemui dengan amal perbuatan yang baik. Jadi, dengan demikian pertemuan manusia dengan Tuhan hanya dapat dilakukan dengan amal perbuatan nyata yang sesuai dengan nilai-nilai moral.
Dalam Lisan al-Arab ditegaskan bahwa amal itu adalah al-fi’li artinya pekerjaan atau al-mihnah artinya pengabdian. Kadang-kadang dibedakan antara ‘amal dengan i’timal; amal dikatakan sebagai aktifitas yang tidak terkait dengan kepentingan diri sendiri, sedangkan i’timal adalah aktifitas yang terkait dengan kepentingan diri sendiri. Menurut Ibn Atsir, jika kata amal yang berkedudukan sebagai fi’il dibaca ‘ammala maka bermakna walla artinya menguasai atau menjadikan sesutu. Sedangkan menurut Fakhr al-Din Muhammad al-Razi dalam Tafsir al-Fakrh al-Razi, dikatakan bahwa apa yang disebut amal itu mempunyai dua bagian, yaitu al-qalb dan ‘amal al-jawarih. Amal al-qalb yaitu pekerjaan qalbu (hari), secara berpikir, berkehendak dan membenci. Sedangkan amal al-jawarih yaitu pekerjaan dan perbuatan dari anggota tubuh manusia yang tampak dalam gerak atau diam.
Dari pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa amal pada dasarnya dapat dipandang dari dua tahap, yaitu tahap gagasan (pemikiran dan kesadaran) dan tahap gerak tubuh yang melahirkan tindakan kongkrit dalam realitas kehidupan. Dimana tahap gagasan ini berada pada dimensi akal manusia (yaitu ketika manusia disebut sebagai insan). Sedangkan tahap tindakan itu berada pada dimensi lahiriah manusia (yaitu ketika manusia disebut sebagai basyar). Kesatuan dari gagasan dan tindakan dalam realitas kehidupan dapat dipandang sebagai suatu proses pembentukan suatu kebudayaan, khususnya dalam bidang pendidikan; yang merupakan kesatuan khalifah dan ‘abd.
Pada tahap kesatuan gagasan dan tindakan atau aktualisasinya terdapat kaitan dengan etika. Oleh karena itu, tindakan yang tidak didasarkan pada kesadaran berpikir sesungguhnya tidak dapat dinilai secara etik.
Dari beberapa ayat yang tersebut di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa dalam pandangan Al-Qur'an, amal perbuatan manusia itulah yang menentukan arti hidupnya, baik di hadapan Tuhan maupun di hadapan manusia. Pada amal perbuatan manusia inilah terletak hakikat manusia, sebagaimana yang dinyatakan oleh Musa Asy’arie bahwa hakikat manusia dalam pandangan Al-Qur'an terletak pada amal perbuatannya, bukan pada unsur pokok yang membentuk dirinya yaitu jasad, hayat dan ruh.
Amal dalam pandangan Al-Qur'an itu mempunyai arti yang amat luas, yang menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia di dunia ini dan bukan semata-mata kegiatan peribadatan formal (mahdhah) seperti yang diatur dalam kehidupan beragama, seperti shalat, zakat, puasa dan haji.
Amal dalam hubungan ini adalah merupakan wujud penjelmaan kesatuan diri (nafs); yang merupakan kesatuan jasad, hayat dan ruh yang menjelma dalam perbuatan nyata, yaitu perbuatan nyata dari manusia yang menjadi hamba Allah (‘abd Allah) yang bertugas membentuk kebudayaan di muka bumi (khalifah Allah fi al-ardh), khususnya dalam bidang pendidikan. Dimana menurut Abu Bakar Muhammad tugas manusia sebagai khalifah di bumi ini meliputi tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri, dalam keluarga dan dalam masyarakat. Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri yang paling pokok adalah dalam menuntut ilmu pengetahuan dan menghiasi diri dengan akhlak yang muliah; tugas kekhalifahan dalam rumah tangga dengan cara membentuk keluarga bahagia, menyadari tugas dalam rumah tangga bagi suami isteri; dan tugas kekhalifahan dalam masyarakat yang pokok adalah mewujudkan persatuan dan kesatuan umat, tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, menegakkan keadilan dalam masyarakat, bertanggung jawab amar ma’ruf nahi munkar dan berlaku baik terhadap golongan-golongan yang lemah.
Pandangan tauhid Al-Qur'an dalam konsep antropologis, sebagaimana yang dijelaskan oleh Musa Asy’arie adalah terletak dalam pandangan atas kesatuan manusia dalam diri yang disebut Al-Qur'an dengan kata nafs, kesatuan diri dari unsur-unsur jasad, hayat dan ruh. Kesatuan diri itu terjelma dalam amal perbuatan, yang merupakan wujud dari kesatuan kedudukan manusia sebagai hamba Allah yang bertugas menciptakan dan membuat seluruh ciptaan-Nya menuju penciptaan itu di muka bumi (khalifah Allah fi al-ardh). Dimana manifestasi amal perbuatan seorang hamba Allah adalah ketaatan dan kepatuhan yang ikhlas atas segala perintah Allah, kepada hukum-hukum Allah yang mengatur ciptaan-Nya, yang menjadi sunnah Allah dan ketulusannya beribadah kepada-Nya, yang secara formal diatur dalam kehidupan keberagamaan.
Sedangkan manifestasi amal perbuatan manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi adalah ketekunannya mengembangkan konsep-konsep dalam realitas kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, dimana unsur yang paling penting dalam kebudayaan adalah pendidikan.
Jadi, hakikat manusia adalah amalnya, karyanya dan dalam karyanya terjelma nilai-nilai kemanusiaan. Manusia menampakkan dirinya secara nyata dalam karyanya, dalam wujud kebudayaan secara umum dan pendidikan secara khusus. Di mana kebudayaan merupakan penjelmaan kesatuan eksistensi diri manusia sebagai hamba Allah adalah karya nyata dari manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Dalam karyanya, totalitas diri (jasad, hayat dan ruh) manusia menyatu secara nyata dan dinamis. Melalui karyanya, kualitas kemanusiaan akan dilihat oleh Allah dan utusan-Nya serta orang-orang yang beriman. Dan hanya melalui amal atau karya yang baik, manusia akan dapat menemui Tuhannya.

C. Analisa
Banyak pakar yang telah menghabiskan waktunya dan mencurahkan segala kemampuannya untuk mencari, memikirkan dan memahami hakikat manusia. Dimana antara pakar yang satu dengan yang lainnya saling berbeda dalam berpendapat dan dalam memahami hakikat manusia, yang tentunya sesuai dengan sudut pandang mereka masing-masing.
Menurut Ali Yafie, manusia adalah makhluk yang tertinggi derajatnya yang diciptakan Tuhan (terbaik), makhluk yang terhormat atau termulia, makhluk individu dan sosial, makhluk bumi dan pengemban amanat. Kemudian beliau juga mengutip pendapat para pakar disiplin ilmu, misalnya: para ahli logika menyatakan bahwa manusia adalah hewan cerdas (hayawan nathiq) yang mampu berpikir, mampu merumuskan pikirannya secara lisan dan tulisan serta mampu mengkomunikasikan apa yang dipikirkannya; menurut ahli biologi, manusia adalah hewan menyusui (anthropomorphem); menurut ahli sosiologi, manusia adalah makhluk sosial yang berbudaya (al-insan madani bi al-thaba’i); para ahli ekonomi menyebut manusia sebagai makhluk yang takluk pada tata ekonomi dan bersifat ekonomis (homo economicus); dan ada yang menyebut manusia itu adalah makhluk pembuat perkakas (tool making animal). Hal ini senada dengan pendapat Syahminan Zaini, dan A. Malik Fadjar dan Abdul Ghafur, yang dalam uraian selanjutnya ia menerangkan bahwa manusia itu juga merupakan makhluk atau binatang yang dapat dididik dan harus dididik (homo educable, homo educantum), binatang yang bermasyarakat (zoon politicon). Ia menjelaskan bahwa manusia itu adalah ciptaan Tuhan yang tertinggi, paling sempurna dan makhluk yang paling unik, berkemauan bebas, diciptakan untuk mengabdi kepada Allah, bersifat hanif, dan sebagai khalifah di muka bumi ini serta sebagai makhluk yang bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa manusia itu berunsurkan jasmani dan rohani (jasad dan ruh), makhluk yang beragam, makhluk yang dalam perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan, makhluk yang utuh yang terdiri atas jasmani, akal dan rohani sebagai potensi pokok. Demikian juga menurut Oemar Muhammad al-Taumi al-Syaibany sebagaimana yang dikutip oleh Zakiyah Daradjat, bahwa manusia itu terdiri dari delapan prisip, yaitu: kepercayaan bahwa manusia itu makhluk yang termulia, kepercayaan akan kemuliaan manusia, hewan yang berpikir, manusia mempunyai tiga dimensi, yaitu badan, akal dan ruh; manusia dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor-faktor pembawaan dan lingkungan, mempunyai motivasi dan kebutuhan, adanya perbedaan perseorangan di antara manusia, dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai keluasan sifat dan selalu berubah. Dan masih banyak lagi pendapat para pakar tentang manusia.

D. Penutup
Hakikat manusia dalam pandangan para pakar sangat subyektif, berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing.
Hakikat manusia dalam Al-Qur'an adalah amal perbuatannya, dimana sebagai khalifah Allah di muka bumi ia memerankan diri sebagai pencipta yaitu dengan menciptakan kebudayaan untuk kemakmuran dan kesejahteraan hidup bersama. Amal perbuatan manusia merupakan wujud penjelmaan kesatuan diri (nafs) yang merupakan kesatuan jasad, hayat dan ruh. Kesatuan diri itu menjelma dalam perbuatan nyata, yaitu perbuatan nyata dari manusia yang menjadi hamba Allah (‘abd Allah) yang bertugas membentuk kebudayaan di muka bumi (khalifah Allah fi al-ardh), khususnya dalam bidang pendidikan.
Dalam pelaksanaan pendidikan, manusia harus diarahkan kepada pembentukan pribadi yang beriman, bertaqwa dan beramal shaleh.

mahar dlm Al qur'an

PEMINANGAN DAN MAHAR


Pendahuluan
Segala puji bagi Allah yang telah menyinari jalan orang-orang yang beriman menunjukkan hati orang-orang yang beriman kepada kebenaran dan kebaikan, serta menjadikan pernikahan sebagai upaya memelihara kesucian jiwa dan menjaga kehormatan serta mempertahankan setengah dari agama.karena dengan menikah maka akan terjagalah pandangan dan terjaga pula kemaluan kita. Oleh karena itu menikah sangat dianjurkan bagi seorang yang sudah dewasa.
Sebelum proses pernikahan ada peminangan terlebih dahulu. Selain itu ada juga yang dinamakan mahar yang harus dibayar oleh pihak laki-laki kepada perempuan.Untuk itu dalam makalah ini kami akan mencoba menjelaskan masalah peminangan dan mahar.

A. Pengertian
Peminangan adalah murni kegiatan ”rencana” perkawinan bukan perkawinan itu sendiri, karena itu masing-masing pihak statusnya masih orang lain dan bukan suami istri.cara ini dibenarkan oleh syara’ karena bertujuan untuk saling mengenali keadaan masing-masing calon suami istri , baik keadaan fisik maupun psikologi masing-masing namun dalam batas-batas yang diijinkan oleh syara’.
Lamaran merupakan langkah awal dari suatu pernikahan. Hal ini telah disyariatkan oleh Allah swt sebelum diadakan akad nikah antara suami istri.
Mahar adalah nama harta yang diberikan oleh laki-laki kepada seorang perempuan sebab pernikahan atau sebab persetubuhan.kata shodaq berasal dari kata shadqu artinya sangat keras. Mas kawin disebut shadaq karena sebagai imbalan yang harus di berikan kedapa si perempuan dan tidak bisa ditiadakan walaupun suami dan istri saling merelakan mas kawin tersebu
Berdasrkan firman Allah swt
    
” berilah mas kawin kepad wanita yang kau nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan” (QS An-nisa’ : 4)
Nihlah adalah pemberian. Mas kawin disebut nihlah karena perempuan bersenang-senang dengan suami sebagaimana suami bersenang-senang dengan istri dengan adanya mas kawin, bahkan yang lebih senang adalah istri, seolah-olah istri mengambil mas kawin itu tanpa memberi imbalan apa-apa kepada suami.
Berdasarkan hadist
التمس ولو خاتما من حديد
”carilah mas kawin walaupun berupa cincin besi”
B. Uraian
Memilih calon istri
Wanita muslimah yang hendak di nikahi harus memiliki sifat penuh kasih sayang. Karena kasih sayang antara suami dan istri menjadi penyangga bagi keberlangsungan hidup rumah tangga.
عن أبي هريرة رضي الله عنه: عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "تنكح المرأة لأربع: لمالها، ولنسبها، ولجمالها، ولدينها، فانظر بذات الدين تريت يداك" (متفق عليه مع بقية السبعة)
”artinya : dari Abu hurairah ra berkata, bahwasannya Rasulullah saw bersabda : wanita dinikahi karena 4 perkara, karena hartanya, karena keturunannya (nasabnya), karena kecantikannya, karena agamanya. Untuk itu nikahilah wanita yang taat beragama niscaya kamu akan bahagia”

Hadits tersebut berstatus hasan shahih
Disunnahkan wanita itu berasal dari lingkungan, kabilah dan karakter yang benar-benar shalihah, karena sesungguhnya manusia seperti ini adalah sebagaimana logam emas dan perak yang sangat bernilai. Di riwayyatkan oleh Imam An-nasa’i dengan sanad shohih bahwa Rasulullah saw pernah bersabda.
خير النساء من إذا نظرت إليها سرتك وإذا أمرتها أطاعتك وإذا أقسمت عليهه أيرتك وإذا غبت عنها حفظتك في نفسها ومالك.
Artinya
”sebaik-baik wanita adalah jika engkau melihatnya maka ia membahagiakanmu, jika engkau memerintahnya, maka ia senantiasa mentaatimu. Jika engkau memberikan sesuatu kepadanyya, maka ia senantiasa berbuat baik kepadamu. Apabila kamu tidak berada di sisinya, ia akan selalu menjaga dirinya dab hartamu ”

Melihat wanita yang hendak dilamar
عن جابر قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا خطب أحدكم المرأة، فإن استطاع أن ينظر منها إلى ما يدعوه إلى نكاحها فليفعل. (رواه أحمد وأبو داود رجاله ثقات وصححه الحاكم)
”jika salah seorang diantara kalian meminang seorang perempuan sekiranya ia dapat melihat sesuatu darinya yang mampu menambah keinginan untuk menikahinya, maka hendaklah ia melihatnya”

Menurut jumhur ulama’ diperbolehkan bagi pelamar melihat wanita yang dilamarnya, akan tetapi mereka tidak diperbolehkan melihat kecuali, hanya sebatas wajah dan kedua telapak tangannya.
Haram meminang wanita yang di pinang oleh saudaranya
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا يخطب أحدكم على خطبة أخيه حتى يترك الخاطب قبله أو يأذن له. (متفق عليه واللفظ للبخاري).
”darii Ibnu Umar ra berkata: Nabi saw bersabda : tidak boleh meminang seorang wanita yang telah di pinang orang lain sampai orang tersebut memutuskannya atau mengijinkannya ”

Dari hadits diatas dapat kita ketahui bahwa meminang seorang wanita yang sedang dalam pinangan orang lain tidak boleh di pinang kecuali orang yang meminang telah meninggalkan wanita tersebut. Karena apabila seseorang meminang wanita yang sudah di lamar oleh orang lain dan cara ini di bolehkan maka akan terjadi perselisihan yang akan mengakibatkan putusnya tali silatturrahmi. Dan akan menimbulkan mafsadah.
Pemberian mas kawin kepada istri
Apabila kita telah mengetahui bahwa menikah dengan memberi mahar kepada istri adakah sikap yang meneladani Rasulullah saw, karena beliau tidak mengakadnikahkan leleki kecuali dengan menyebut mas kawin. Akan tetapi mas kawin disini tidak termasuk rukun nikah. Oleh sebab itu mas kawin dapat juga tidak disebutkan dalam akad nikah. Dalam hal ini disebut tafwidh. Hal ini di bolehkan karenamas kawin itu menjadi hak istri. Kalau istri sudah rela tanpa penyebutan mas kawin dalam akad maka tidak wajib disebutkan.
Ada beberapa cara jika mas kawin tidak disebutkan dalam akad, yaitu :
a. Kalau suami tidak mau menentukan mas kawin, atau suami berselisih dengan istri mengenai jumlah penentuan mas kawin.
b. Mas kawin ditentukan oleh kedua belah pihak (suami dan istri)
c. Suami menyetubuhi istri sebelum ada ketentuan dari hakim mengenai jumlah mas kawin.
Mas kawin itu tidak ada batas minimal dan maksimal, bahkan segala sesuatu yang mengandung nilai, baik berupa benda maupun manfaat atau jasa dapat dipakai sebagai mas kawin.
Ketahuilah bahwa perempuan itu berhak memiliki mas kawin karena akad nikah yang sah, atau karena mas kawinnya sudah ditentukan sebab mas kawin itu sebagai akad untuk mendapatkan ganti dan gantinya adalahmanfaat kemaluan perempuan serta manfaat-manfaat lain dari diri perempuan. Maka si perempuan pun mendapatkan imbalan.
Apabila terjadi perceraian sebelum persetubuhan dan bukan sebab mati, maka harus ditinjau dulu :
1. Kalau perceraian itu atas permintaan istri karena si suami mempunyai cacat, atau karena istri tua pernah menyusui istri muda pada saat istri muda masih bayi, dan karena ada sebab-sebab lain yang sejenis, atau perceraian itu terjadi karena si istri mempunyyai cacat, maka mas kawin gugur secara total.
2. Kalau perceraian bukan karena cacatnya istri, bukan karena istri berstatus mahram, bukan karena cacatnya suami, maka mas kawinnya dibagi dua.
Apabila setelah perceraian itu terjadi penurunan nilai mas kawin, misalnya si istri berbuat pelanggaran, yaitu suuami meminta seperdua mas kawin tetapi istri menolak untuk memberikannya, maka suami berhak mendapat ganti rugi. Apabila mas kawin tersebut rusak atau hilang semuanya setelah istri menolak untuk memberikan bagian seperdua kepada suami, maka istri wajib menanggung gantinya.
Apabila istri tidak berbuat pelanggaran dalam memberikan bagian seperdua kepada suami, lalu mas kawin tersebut berkurang nilainya, atau bertambah nilainya atau hilang/ rusak, maka Istri harus membayar selisih nilai yang terjadi dan kalau hilang/ rusak maka istri harus menanggung gantinya, karena ganti itu sebagai penukar.da yang berpendapat lain yaitu istri tidak wajib mengganti.
Apabila turunnya nilai mas kawin itu menurut suami terjadi sesudah talak, sehingga istri wajib menanggungnya, sedangkan menurut istri kurangnya nilai mas kawin tersebut terjadi sebelum talak sehingga istri tidak wajib menanggungnya. Karena pada asalnya istri itu bebas dari kewajiban menangggung.


Kesimpulan
Peminangan dilakukan sebelum adanya akad pernikahan. Dalam proses peminangan calon suami dapat melihat calon istri dengan carra yang dibenarkan olae syara’. Selain itu yang harus disiapkan dalam suatu pernikahan adalah mahar atau mas kawin. Tidak ada batasan dalam menentukan mas kawin. Mas kawin dapat disebutkan dalam akad nikah dan juga dapat tidak disebutkan dalam akad nikah dengan alasan tertentu.
Jika ada perceraian mas kawin ada yang harus dikembalikan seperdua, ada yang tidak harus dikembalikan. Tergantung apa sebab perceraian itu terjadi.


DAFTAR PUSTAKA

Dr. Wahbah Az-zuhaili, Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu, Bairut, Daarul Fikri, 1989, Juz 7.
Al-Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, PT Bina Ilmu, 1997, Jakarta.
Ibnu At-atskaullani, Ibanatul Ahkam, Bairut Daarul Fikri,2002, juz 3.
Abu Abdullah Muhammad Bin Ismail dan Abu Husain Muslim, lu’lu’ Wal Marjan, Bairut Daarul Fikri, juz 2.
Baqi’ Muhammad Fuad Abdul, Al Lu’lu Wal Marjan, PT Bina Ilmu, 2006, Surabaya.
Uwaidah, Syaikh Kamiil Muhammad, Fiqh Wanita Edisi Lengkap, Pustaka Al- Kautsar, 2008, Jakarta.

Konsep percara diri

KONSEP PERCAYA DIRI

A. Pengertian Percaya Diri
Asumsi umum yang berkembang bahwa memiliki kepercayaan diri berarti meyakini kemampuannya dalam melakukan hal-hal tertentu. Seorang da'i yang sudah terbiasa melakukan dakwah dengan lisan di masjid-masjid atau acara-acara seremonial keagamaan merasa meyakini dirinya mampu untuk berdakwah. Dalam anggapan umum, dia sering dianggap seorang yang percaya diri karena mampu melakukannya di depan orang banyak. Kemampuan ini sering diasumsikan dengan percaya diri. Sementara di lain waktu, ketika dituntut untuk menulis sebuah buku tentang konsep dakwah seringkali merasa tidak mampu. Begitu juga dengan kemampuan dan keahlian lain seperti berdakwah, menulis, mengajar, bisnis, dan lain sebagainya akan timbul percaya diri untuk melakukannya apabila sudah mampu, memiliki keahlian dan sukses di dalam bidang tersebut. Sementara keinginan untuk melakukan tindakan-tindakan lain yang dapat mengembangkan potensi dalam dirinya selalui dihantui dengan perasaan ketakutan, minder, dan perasaan malu.
Jika kepercayaan diri seperti ini, maka rasa percaya diri itu hanya timbul pada saat mengerjakan sesuatu yang mampu dan sudah biasa untuk dilakukan, sementara dalam melakukan tindakan-tindakan lain yang baru akan timbul rasa enggan, takut dan perasaan lainnya yang negatif. Oleh karena itu perlu dicari apa makna percaya diri sesungguhnya yang dapat meningkatkan harga diri dan konsep diri positif.
Menurut Barbara De Anggelis: "Kepercayaan diri adalah sesesuatu yang harus mampu menyalurkan segala yang kita ketahui dan segala yang kita kerjakan". Masih menurutnya, kepercayaan diri sejati tidak ada kaitannya dengan kehidupan lahiriah seseorang. Ia terbentuk bukan dari apa yang diperbuat, namun dari keyakinan diri, bahwa setiap yang dihasilkan olehnya memang berada dalam batas-batas kemampuan dan keinginan pribadi. Dari penjelasan Barbara di atas, percaya diri merupakan keyakinan dalam jiwa manusia bahwa tantangan hidup apapun harus dihadapi dengan berbuat sesuatu, bukan kepada kemampuan, keahlian, hasil dan kesuksesannya tetapi pada kesedian untuk melakukannya.
Menurut Akrim Ridha, tsiqah (kepercayaan atau confidensi) adalah kepercayaan manusia akan: (1) cita-cita hidup dan keputusan-keputusannya, dan (2) potensi dan segala kemungkinan dari dirinya, atau dapat diistilahkan dengan al iimaan bidzaatihi yaitu kepercayaan terhadap kemampuannya. Maksudnya adalah bahwa orang yang percaya diri adalah orang yang meyakini bahwa ia adalah orang yang memiliki cita-cita dan yakin bahwa ia mampu untuk melakukan sikap-sikap dan tindakan-tindakan untuk mewujudkan cita-citanya itu.
Menurut Jacinta F Rini dari team e-psikologi menjelaskan kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Dengan memiliki ini menurutnya bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri, alias “sakti”. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut di mana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa – karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.
Definisi yang diungkapkan di atas senada dengan beberapa definisi yang terdapat dalam situs-situs yang bertemakan Self Confidence yaitu:

Self-confidence is an attitude which allows individuals to have positive yet realistic views of themselves and their situations. Self-confident people trust their own abilities, have a general sense of control in their lives, and believe that, within reason, they will be able to do what they wish, plan, and expect.

Having self-confidence does not mean that individuals will be able to do everything. Self-confident people have expectations that are realistic. Even when some of their expectations are not met, they continue to be positive and to accept themselves.

Menurut penulis, dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa percaya diri adalah suatu sikap positif yang diyakini oleh individu terhadap kondisi diri sendiri dan lingkungan sekitarnya yang membuat ia bersedia untuk melakukan semua keinginan yang realistis dalam dirinya meskipun memiliki resiko.
B. Karakteristik Kepribadian Percaya Diri
Menurut Jacinta F. Rini kepribadian yang percaya diri memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok
2. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain – berani menjadi diri sendiri.
3. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil).
4. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain).
5. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya.
6. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.
Menurut Herbert Feinsterheim dan Jean Bear, suami istri ahli terapi tingkah laku behaviorism dalam sebuah buku Don’t Say Yes When You Want to Say No --yang merupakan bentuk training latihan ketegasan-- menjelaskan bahwa ciri-ciri pribadi yang percaya diri adalah sebagai berikut:
1. Ia merasa bebas untuk mengemukakan dirinya sendiri. Melalui kata-kata dan tindakan ia mengeluarkan pernyataan, "inilah diriku. Inilah yang saya rasakan, saya pikirkan dan saya ingini."
2. Ia dapat berkomunikasi dengan orang lain dari semua tingkatan baik dengan orang-orang yang tidak dikenal, sahabat-sahabat, keluarga. Komunikasi ini selalu terbuka, langsung, jujur dan sebagaimana mestinya.
3. Ia mempunyai pandangan yang aktif tentang hidup. Ia mengejar apa yang ia ingini sebagai kebalikan dari orang-orang yang pasif yang menunggu terjadinya sesuatu, orang yang yakin akan dirinya justru berusaha agar sesuatu itu terjadi.
4. Ia bertindak dengan cara yang dihormatinya sendiri. Karena sadar bahwa ia tidak dapat selalu menang, ia menerima keterbatasannya. Akan tetapi ia selalu berusaha untuk mencapai sesuatu dengan usaha sebaik-baiknya, sehingga baik ia berhasil, gagal ataupun tidak berhasil dan tidak gagal, ia tetap memiliki harga dirinya
Dalam Penelitian Tina Afiatin dan Sri Mulyani Martaniah di SMA PIRI I Yogyakarta, tentang Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui Konseling Kelompok, untuk menjelaskan ciri-ciri percaya diri menggunakan pandangan Guilford,(1959) Lauster,(1978) serta Instone sebagai berikut:
1. Individu merasa adekuat terhadap tindakan yang dilakukan. Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap kemampuan, dan keterampilan yang dimiliki ia merasa optimis, cukup ambisius, tidak selalu memerlukan bantuan orang lain, sanggup bekerja keras, mampu menghadapi tugas dengan baik dan bekerja secara efektif serta bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya.
2. Individu merasa diterima oleh kelompoknya. Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap kemampuannya dalam berhubungan sosial. Ia merasa bahwa kelompoknya atau orang lain menyukainya, aktif menghadapi keadaan lingkungan, berani mengemukakan kehendak atau ide-idenya secara bertanggung jawab dan tidak mementingkan diri sendiri.
3. Individu percaya sekali terhadap dirinya serta memiliki ketenangan sikap. Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan dan kemampuannya. Ia bersikap tenang, tidak mudah gugup, cukup toleran terhadap berbagai situasi.
Dari berbagai karakerisitik pribadi yang percaya diri tersebut di atas, adanya beberapa persamaan karakteristik yang terdapat dalam kepribadian individu percaya diri yang kalau digabungkan menjadi pribadi:
1. Memiliki konsep diri yang positif. Orang yang percaya diri adalah orang yang telah memiliki konsep diri yang berarti telah mengetahui hakikat diri, kelebihan, kelemahan, kekurangan, dan potensi dirinya yang membuat ia akan berusaha bertindak dengan kelebihan diri, mengembangkan potensi dan meningkatkan kekurangan dan memperbaiki kelemahannya.
2. Mampu berkomuniksi dengan orang lain. Orang percaya diri tentunya memiliki kemauan untuk komunikasi yang berakibat ia memiliki kemampuan berkomunikasi kepada seluruh kalangan baik dengan orang yang memiliki kelebihan darinya (kecakapan, bakat, pendidikan, jabatan keilmuan dll). Atau pun orang yang memiliki kekurangan dari dirinya
3. Memiliki pandangan yang realistik terhadap tindakannya. Semua tindakan yang ia lakukan dengan pandangan positif, realistis dan dibarengai dengan ketenangan dalam menjalaninya serta tidak labil
4. Tidak takut akan kegagalan. Orang yang percaya diri tidak takut akan kegagalan dan ketika ia gagal ia akan memperbaikinya dengan melakukan tindakan baru yang lebih baik.

C. Faktor-faktor Munculnya Sikap Percaya Diri atau Rendah diri
1. Faktor Eksternal
a. Pola asuh orang tua (pendidikan rumah)
Para ahli berkeyakinan bahwa kepercayaan diri bukanlah diperoleh secara instant, melainkan melalui proses yang berlangsung sejak usia dini, dalam kehidupan bersama orangtua. Meskipun banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, namun faktor pola asuh dan interaksi di usia dini, merupakan faktor yang amat mendasar bagi pembentukan rasa percaya diri. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Gerald Corey dalam menemukan masalah-masalah yang muncul seperti: (1) Ketidak mampuan menaruh kepercayaan pada diri sendiri dan pada orang lain, ketakutan untuk mencintai dan untuk membentuk hubungan yang intim, dan rendahnya rasa harga diri; (2) ketidakmampuan mengakui dan mengungkapkan perasaan-perasaan benci dan marah, penyangkalan terhadap kekuatan sendiri sebagai pribadi, dan kekurangan-kekurangan perasaan-perasaan otonom; (3) ketidakmampuan menerima sepenuhnya seksualitas dan perasaan-perasaan seksualitas diri sendiri, kesulitan untuk menerima diri sendiri sebagai pria atau wanita, dan ketakutan terhadap seksualitas. Menurut pandangan psikoanalitik Freudian, ketiga area perkembangan personal dan sosial (cinta dan percaya, penanganan perasaan-perasaan negatif, dan pengembangan penerimaan yang positif terhadap seksualitas) itu berlandaskan lima tahun pertama kehidupan.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya sikap orangtua, terhadap anak dengan menunjukkan perhatian, penerimaan, cinta dan kasih sayang serta kelekatan emosional yang tulus dengan anak, akan membangkitkan rasa percaya diri pada anak tersebut. Sementara orangtua yang kurang memberikan perhatian pada anak, atau suka mengkritik, sering memarahi anak namun jika anak berbuat baik tidak pernah dipuji, tidak pernah puas dengan hasil yang dicapai oleh anak, atau pun seolah menunjukkan ketidakpercayaan mereka pada kemampuan dan kemandirian anak. Melalui tindakan perlindungan yang berlebih-lebihan overprotective, akan menghambat perkembangan kepercayaan diri pada anak karena anak tidak pernah diberi kesempatan untuk memecahkan masalahnya sendiri. Tindakan demikian, akan membuat anak akan merasa, bahwa dirinya buruk, lemah, tidak dicintai, tidak dibutuhkan, selalu gagal, tidak pernah menyenangkan dan membahagiakan dirinya dan orangtua maupun orang lain. Anak akan merasa rendah diri di mata saudara kandungnya yang lain atau di hadapan teman-temannya.
b. Lingkungan Masyarakat (pendidikan sosial)
Perkembangan percaya diri akan meningkat atau lebih rendah juga berkembang melalui interaksi individu dengan lingkungannya. Lingkungan psikologis dan sosiologis yang kondusif akan menumbuhkan dan meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Lingkungan psikologis dan sosiologis yang kondusif adalah lingkungan dengan suasana demokratis, yaitu adanya suasana penuh penerimaan, kepercayaan, rasa aman dan kesempatan untuk mengekspresikan ide-ide dan perasaan. Lingkungan psikologis dan sosiologis yang tidak kondusif adalah lingkungan dengan suasana penuh tuntutan, tidak menghargai pendapat orang lain dan tidak ada kesempatan untuk mengekspresikan ide dan perasaan. Anak yang tumbuh di tengah lingkungan masyarakat yang menghargai disiplin waktu, biasanya akan menjadi disiplin. Persaingan yang membudaya akan mendorong anggota-anggotanya bersifat ambisius, dan mungkin sulit mencintai orang lain.
c. Lingkungan Pendidikan (pendidikan formal)
Institusi pendidikan yang mengambil sebagian besar waktu pertumbuhan seseorang juga sangat mempengaruhi percaya diri. Siswa yang sering diperlakukan buruk (dihukum atau ditegur di depan umum) cenderung sulit mengembangkan percaya dirinya. Sebaliknya, yang sering dipuji, dihargai, diberi hadiah (apalagi di depan umum) akan lebih mudah mengembangkan konsep diri yang positif, sehingga lebih percaya diri.
2. Faktor Internal.
Setelah dipaparkan di atas tentang beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya rendah diri atau percaya diri seseorang, akan berakibat munculnya faktor internal yaitu faktor yang bersumber dari dirinya sendiri. Berupa pemahaman seseorang terhadap dirinya yang terdiri dari bagaimana orang tersebut memandang diri dan membuat gambaran tentang dirinya yaitu konsep diri.
Menurut Bambang Soenaryo, psi, PD erat kaitannya dengan konsep diri, menurutnya adalah cara pandang seseorang terhadap dirinya; baik dari sisi apa yang dipahami oleh dirinya sendiri, dari sisi apa yang dipahami oleh orang lain terhadap dirinya. Dan dari sisi nilai-nilai idealitas yang dituntut masyarakat secara umum terhadap dirinya. Yang penting adalah bagaimana seseorang memiliki konsep diri yang jelas. Dengan konsep diri yang jelas, seseorang akan mempercayai dirinya sendiri, mampu menilai posisi dan kualitas dirinya, serta dapat menempatkan diri dengan baik.

D. Urgensi Percaya Diri
Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa percaya diri merupakan sikap yang menentukan untuk menggapai kesuksesan dan ketenangan jiwa. Hal ini dapat diamati melalui kesuksesan-kesuksesan yang dicapai oleh orang-orang yang berhasil dapat mereka raih dengan sikap percaya diri dalam menghadapi dirinya dan lingkungan sekelilingnya.
Sejarah telah membuktikan naiknya orang-orang sukses di panggung dunia hanya karena kekuatan dirinya memegang keyakinan yang melahirkan dinamika, konsistensi, tangguh dan tidak pernah takut menghadapi risiko. Seorang Thomas Alfa Edison yang cacat karena pendengarannya tuli. Dia dicemooh, bahkan ditampar seorang masinis kereta api. Tetapi, tekad dan keyakinannya telah melahirkan inovasi paling signifikan dalam peradaban manusia. Dia telah melakukan 999 kali percobaan untuk menyempurnakan inovasi yang diyakininya. Seseorang dengan nada sisnis mengejeknya: "Apakah anda mau membuat percobaan yang gagal untuk keseribu kalinya?" dia menjawab: "Aku tidak gagal, Apa yang kulakukan adalah rangkaian penemuan yang saling bersambung untuk menemukan berbagai penemuan lainnya, bukan hanya sekedar menemukan bola lampu listrik"
Pentingnya percaya diri sangat jelas diungkapkan dalam karya Gini Graham Scoot melalui metode Mind Power menjelaskan bahwa percaya diri adalah salah satu kunci mendapatkan apa yang anda inginkan dalam hidup. Ketika seorang telah mendapatkan apa yang ia citakan dalam hidupnya maka akan merasa lebih percaya diri dan mempunyai harga diri yang lebih besar.
Apabila seseorang tidak percaya diri maka seringkali merasa tidak yakin terhadap kebijakan yang ia ambil dalam memecahkan berbagai masalah, menjadi lemah ketika mendapat kritik dari orang lain, dan selalu menyalahkan dirinya bahwa ia tidak mampu untuk menyelesaikan masalah tersebut. Semua ini tidak perlu terjadi apabila disadari bahwa semua persoalan pasti ada pemecahannya, dengan berinteraksi dengan orang lain dan berusaha untuk mencari solusi yang tepat terhadap permasalahan tersebut. Kritik yang dilontarkan seseorang terhadap orang lain atau diri sendiri bisa saja sebagai keuntungan jika diperhatikan dengan objektif, dengan menerimanya apabila jika kritik itu sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi atau diabaikan karena tidak sesuai dengan keinginan tanpa harus merasa lemah atas ketidakmampuan diri.
Untuk mengubah citra diri adalah dengan mengarahkan fokus pada sifat-sifat baik yang terdapat dalam diri, memandang diri sendiri sukses, membayangkan diri sendiri menjadi orang yang makmur dan diakui oleh orang-orang lain atas usaha-usaha yang telah dicapai. Keyakinan ini akan berhasil dengan pandangan jika anda percaya anda hebat, anda memang hebat! Dengan keyakinan terhadap diri sendiri akan membantu menciptakan pengalaman-pengalaman yang dimiliki untuk bertindak layaknya orang yang dicita-citakan. Seorang yang percaya diri bahwa ia akan menjadi seorang intelektual tentu harus berpikir dan bertindak sebagaimana orang yang ia pikirkan yaitu dengan banyak belajar dan membaca buku serta aktif dalam kegiatan-kegiatan yang mendukung apa yang ia pikirkan.
Menurut Jamesh R. Fisher, kepercayaan diri adalah sesuatu yang membuat manusia sebagai manusia. Percaya diri memberi kekuatan keyakinan yang menunjang keterpaduan, kerja sama, dan hubungan antar manusia. Ketidak percayaan diri akan berakibat seseorang merasa kurang populer dalam pergaulan, lebih suka mengucilkan diri, atau jadi pembuat onar. Ia sulit berperan dalam lingkungan, bahkan mungkin seolah-olah dikucilkan di lingkungannya, yang dapat membangkitkan pertikaian, persaingan, mematikan peran, memboroskan daya (energi) yang berharga. Hal ini akan melemparkan manusia dari kemajuan hingga pada akhirnya dalam keputusasaan, kehilangan konsentrasi dan kemauan. Percaya diri juga tidak hanya sebatas keyakinan atas kemampuan diri dan memiliki impian untuk menjadi orang yang sukses tanpa adanya tindakan yang real dalam menggapai impian.
Percaya diri secara sederhana dapat diketahui dengan:
1. mengetahui siapa anda, berkaitan dengan identitas, ciri-ciri dan sifat anda.
2. mengetahui apa yang anda wakili, yaitu sistem nilai, keyakinan, dan ideologi.
3. apa yang anda lakukan dan manfaatnya bagi orang lain, yaitu tanggung jawab sosial.
4. bagaimana anda melakukannya, kapan dan di mana serta teknik anda dalam melakukan tindakan.
Toto Tasmara dalam bukunya Menuju Muslim Kaffah Menggali Potensi Diri mengutip perkataan Dr. Walter Doyle Staples yang berkomentar:
Anda harus memikirkan keyakinan kalau anda berpikir sebagai seorang pemenang. Percayalah pada diri anda sendiri. Percayalah pada kemampuan-kemampuan anda, sebab anda adalah apa yang anda pikirkan (You must think belief it you want to think like a winner. Have confidence in yourself. Believe in Your abilities, for you are who you think you are).

E. Kiat Meningkatkan Percaya Diri
Banyak kiat-kiat yang menjelaskan tentang bagaimana meningkatkan percaya diri. Jacinta F Rini menawarkan beberapa metode untuk meningkatkan percayadiri yaitu dengan:
1. Evaluasi diri secara obyektif
Belajar menilai diri secara obyektif dan jujur. Seseorang yang ingin meninggkatkan percaya diri dapat dilakukan dengan menganalisa dan melakukan pemetaan terhadap SWOT (Strengths, Weaknesses, Obstacles and Threats) diri, kemudian digunakan untuk membuat dan menerapkan strategi pengembangan diri yang lebih realistik.
2. Beri penghargaan yang jujur terhadap diri
Sadari dan hargailah sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang dimiliki. Ingatlah bahwa semua itu didapat melalui proses belajar, berevolusi dan transformasi diri sejak dahulu hingga kini. Mengabaikan atau meremehkan satu saja prestasi yang pernah diraih, berarti mengabaikan atau menghilangkan satu jejak yang membantu untuk menemukan jalan yang tepat menuju masa depan. Ketidakmampuan menghargai diri sendiri, mendorong munculnya keinginan yang tidak realistik dan berlebihan; contoh: ingin cepat kaya, ingin cantik, populer, mendapat jabatan penting dengan segala cara. Jika ditelaah lebih lanjut semua itu sebenarnya bersumber dari rasa rendah diri yang kronis, penolakan terhadap diri sendiri, ketidakmampuan menghargai diri sendiri – hingga berusaha mati-matian menutupi keaslian diri.
3. Berpikir Positif
Untuk meningkatkan percaya diri dapat timbul dengan berpikir positif dan memerangi setiap asumsi, prasangka atau persepsi negatif yang muncul dalam benak setiap individu. Anda bisa katakan pada diri sendiri, bahwa nobody’s perfect dan it’s okay if I made a mistake. Jangan biarkan pikiran negatif berlarut-larut karena tanpa sadar pikiran itu akan terus berakar, bercabang dan berdaun. Semakin besar dan menyebar, makin sulit dikendalikan dan dipotong. Jangan biarkan pikiran negatif menguasai pikiran dan perasaan anda. Hati-hatilah agar masa depan anda tidak rusak karena keputusan keliru yang dihasilkan oleh pikiran keliru. Jika pikiran itu muncul, cobalah menuliskannya untuk kemudian di re-view kembali secara logis dan rasional. Pada umumnya, orang lebih bisa melihat bahwa pikiran itu ternyata tidak benar.
4. Gunakan self-affirmation
Untuk memerangi pemikiran yang negatif, dapat menggunakan self-affirmation yaitu berupa kata-kata yang membangkitkan rasa percaya diri. Contohnya:
"Saya pasti bisa"
"Saya adalah penentu dari hidup saya sendiri. Tidak ada orang yang boleh menentukan hidup saya"
"Saya bisa belajar dari kesalahan ini. Kesalahan ini sungguh menjadi pelajaran yang sangat berharga karena membantu saya memahami tantangan"
"Sayalah yang memegang kendali hidup ini"
"Saya bangga pada diri sendiri"
5. Berani mengambil resiko
Berdasarkan pemahaman diri yang obyektif, Seseorang bisa memprediksi resiko setiap tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, anda tidak perlu menghindari setiap resiko, melainkan lebih menggunakan strategi-strategi untuk menghindari, mencegah atau pun mengatasi resikonya. Contohnya, anda tidak perlu menyenangkan orang lain untuk menghindari resiko ditolak. Jika Anda ingin mengembangkan diri sendiri (bukan diri seperti yang diharapkan orang lain), pasti ada resiko dan tantangannya. Namun, lebih buruk berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa daripada maju bertumbuh dengan mengambil resiko. Ingat: No Risk, No Gain.
6. Belajar mensyukuri dan menikmati rahmat Tuhan
Ada pepatah mengatakan yang mengatakan orang yang paling menderita hidupnya adalah orang yang tidak bisa bersyukur pada Tuhan atas apa yang telah diterimanya dalam hidup. Artinya, individu tersebut tidak pernah berusaha melihat segala sesuatu dari kaca mata positif. Bahkan kehidupan yang dijalaninya selama ini pun tidak dilihat sebagai pemberian dari Tuhan. Akibatnya, ia tidak bisa bersyukur atas semua berkat, kekayaan, kelimpahan, prestasi, pekerjaan, kemampuan, keahlian, uang, keberhasilan, kegagalan, kesulitan serta berbagai pengalaman hidupnya. Ia adalah ibarat orang yang selalu melihat matahari tenggelam, tidak pernah melihat matahari terbit. Hidupnya dipenuhi dengan keluhan, rasa marah, iri hati dan dengki, kecemburuan, kekecewaan, kekesalan, kepahitan dan keputusasaan. Dengan “beban” seperti itu, bagaimana individu itu bisa menikmati hidup dan melihat hal-hal baik yang terjadi dalam hidupnya? Tidak heran jika dirinya dihinggapi rasa kurang percaya diri yang kronis, karena selalu membandingkan dirinya dengan orang-orang yang membuat “cemburu” hatinya. Oleh sebab itu, belajarlah bersyukur atas apapun yang dialami dan percayalah bahwa Tuhan pasti menginginkan yang terbaik untuk hidup setiap manusia.
7. Menetapkan tujuan yang realistik
Setiap manusia perlu mengevaluasi tujuan-tujuan yang telah ditetapkannya selama ini, dalam arti apakah tujuan tersebut sudah realistik atau tidak. Dengan menerapkan tujuan yang lebih realistik, maka akan memudahkan dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian akan menjadi lebih percaya diri dalam mengambil langkah, tindakan dan keputusan dalam mencapai masa depan, sambil mencegah terjadinya resiko yang tidak diinginkan.
Sementara menurut Akrim Ridha ada 6 faktor yang memproduksi potensi yang dapat membangkitkan percaya diri yaitu melalui:
1. Mengapa anda tidak mencoba berusaha?
2. Bekerja atau berbuat langsung (karya nyata)
3. Ihlal atau substitution yaitu dengan mengganti kelemahan dan kekurangan menjadi potensi lain dalam diri.
4. Terima dan hadapi segala kemungkinan sesuai kemampuan
5. Hitunglah segala bentuk kesuksesan anda
6. Keimanan.
Situs counseling center University of Illinois di Urbana-Champaign menawarkan strategi untuk mengembangkan percaya diri yaitu melalui:
1. Emphasize strengths. Memfokuskan pada kemampuan diri yang membuat diri merasa bangga untuk melakukannya. Setiap orang memiliki bakat dan keahlian masing-masing karena itu setiap orang harus memfokuskan pada kemampuan diri mereka masing-masing.
2. Take risks. Tidak ada suatu tindakan apapun di dunia ini yang tidak memiliki risiko maka yang paling penting adalah mengambil risiko untuk melakukan suatu tindakan.
3. Use Self-Talk. Menggunakan affirmasi diri yaitu dengan mempergunakan kesempatan untuk mengungkapkan bahwa diri pribadi adalah sebaik-baik manusia dan orang yang beruntung, untuk menghilangkan pemikiran negatif. Dengan upaya ini dapat membuat setiap individu menerima keistimewaan yang ada pada diri mereka masing-masing.
4. Self-Evaluate. Evaluasi diri atau muhasabah secara terus menerus dapat membuat seseorang menyadari bagaimana dirinya sesunguhnya berkaitan dengan sikap, perilaku, cara kerja dan lain sebagainya. Dengan evaluasi diri dapat memberikan kekuatan pada diri karena ia akan memperbaiki setiap kesalahan dengan melakukan hal-hal yang lebih baik bagi dirinya sendiri.
Dalam majalah UMMI menjelaskan untuk membangun percaya diri dapat dilakukan dengan:
1. Memiliki kapasitas ilmiah, dengan banyak mencari informasi (pengetahuan) lewat belajar baik formal maupun non formal.
2. Kenali dan fokus pada potensi positif, dimulai dengan mengenali diri, fokus pada kelebihan dan mengembangkan potensi tersebut.
3. Manfaatkan momen, setiap ada kesempatan untuk melakukan tindakan lakukanlah.
4. Bangun karakter pemimpin, seseorang harus berperilaku sesuai dengan prinsip, nilai dan keyakinan diri berdasarkan kesadaran atau ilmu.
5. Memaksa diri dan konsisten, paksakan diri melawan rasa takut dengan sikap melakukan tindakan, setelah itu bertahanlah dengan tindakan itu untuk konsisten.
6. Pelatihan dan organisasi, mengikuti pelatihan pengembangan diri dan terlibat dalam organisasi.
7. Melakukan tehnik PD, seperti berusaha duduk pada barisan depan, melakukan kontak mata saat berbicara, berjalanlah lebih cekatan, berusaha berbicara terang, berwajah cerah dan memperbanyak senyum dalam aktivitas keseharian.
Tips lain untuk meningkatkan percaya diri seorang pada dasarnya diawali dengan mengetahui konsep diri yang dapat dilakukan dengan menggunakan teknik SWOT. Untuk kemudian mengatasi weakness dan mengembangkan strenght bakat yang dimiliki. Syukuri nikmat yang telah diberikan atas hasil yang diperoleh. Jangan terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain, karena jika mental tidak sehat akan berakibat minder. Untuk menjadikan percaya diri, buatlah motto hidup yang positif dan menuliskannya.

Al quran sbg Petunjuk

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Islam meninggalkan dua pusaka yang sangat berharga, yang sampai sekarang dan seterusnya menjadi pegangan penting bagi umat Islam yaitu kitab suci Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tanpaknya tuntunan Al-Qur’an masih sukar dijangkau oleh manusia masa kini. Selama ini Al-Qur’an terkesan lebih disakralkan dan dikultuskan sebagai bunyi-bunyian belaka daripada pelaksanaannya. Al-Qur’an mempunyai fungsi utama yaitu sebagai petunjuk untuk seluruh umat manusia, petunjuk yang dimaksud adalah petunjuk agama atau syari’at. “Jalan Menuju Sumber Air”.
Al-Qur’an memberikan petunjuk dalam persoalan-persoalan akidah, syariah dan akhlak, dengan jalan meletakkan dasar-dasar prinsipilnya. Ajaran-ajaran Al-Qur’an dan hukum-hukum yang tercakup didalamnya merupakan satu kesatuan yang ditaati. Al-Qur’an tidak dapat dipersamakan dengan kitab-kitab yang dikenal manusia. Al-Qur’an dalam menanamkan idenya, tidak hanya sampai pada batas suatu masyarakat dan masa tertentu tetapi masih mengharapkan agar idenya berkembang pada semua tempat sepanjang masa. Al-Qur’an menjadi sumber ideal sekaligus menggambarkan kenyataan-kenyataan faktual kehidupan, untuk kemudian dihadapkan dengan realitas sejarah, cita-cita sejarah dan kepastian-kepastiannya.
B. Rumusan Masalah
1. Fungsi Al-Qur’an sebagai mukjizat.
2. Paradigma Al-Qur’an.
3. Hukum-hukumsyariat dalam Al-Qur’an.
4. Keistimewaan syariat Al-Qur’an.
5. Al-Qur’an sebagai inspirasi.
6. Pandangan Al-Qur’an mengenai pembangunan.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Al-Qur’an Sebagai Mukjizat
Al-Qur’anul Karim adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah, filsafat, peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku manusia. Al-Qur’an menerangkan hal-hal tersebut secara terperinci, seperti yang berhubungan dengan hukum perkawinan, hukum waris, dan lain-lain. Contoh lain yaitu dalam masalah kenegaraan. Al-Qur’an mengemukakan prinsip musyawarah. Di samping itu agama Islam membuka pintu ijtihad bagi kaum muslimin dalam hal yang diterangkan oleh Al-Qur’an dan Hadits secara qoth’i (tegas). Di dalam Al-Qur’an terdapat berita dan janji-janji mengenai masa yang akan datang dan terdapat pula fakta-fakta ilmiah yang tidak mungkin diketahui manusia di tanah arab waktu itu. Tapi fakta tersebut dijelaskan dengan tepat dan sekarang diakui kebenarannya. Jadi Al-Qur’an adalah benar bersumber dari Allah Swt.

2. Paradigma Al-Qur’an
Tantangan utama paradigma Al-Qur’an adalah, bagaimana kita memahami Islam secara asional dan empiris dalam konteks keilmuan, politik, ekonomi dan sosial budaya. Kandungan Al-Qur’an bukan teoritis dan statis, melainkan dinamis dan aplikatif. Hal ini tidak berarti bahwa semua umat Islam harus menjadi pragmatis. Sebagai umat Islam harus tetap sebagai tafaqquh fid-diin (teorisi hukum-hukum diin)

3. Hukum-Hukum Syariat dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber pertama yang orisinil bagi syariat Islam, Al-Qur’an tidak diturunkan secara spontan agar manusia mudah menghafalnya, menerapkan hukum-hukumnya dan sebagai pendukung Nabi Muhammad SAW. hukum-hukum Al-Qur’an juga beragam, tidak terbatas oleh undang-undang yang harus diterapkan dalam hubungan sosial, tetapi hukum-hukum khusus tentang akidah Islam. Tiga macam hukum Al-Qur’an : Hukum-hukum akidah, Hukum-hukum etika, Hukum-hukum amaliyah (hukum ibadah dan muamalah), hukum muamalah mencakup Hukum-hukum pernikahan dan talak, Hukum-hukum civil (pertukaran jual beli, penggadaian dan lain-lain), Hukum-hukum pidana, hukum pengaduan perdata, hukum konstitusi, hukum internasional, hukum perekonomian dan keuangan.
Penjelasan Al-Qur’an terhadap Hukum-hukum ada yang rinci ada yang umum dan mendasar. Al-Qur’an merupakan seruan yang lengkap untuk semua bangsa di dunia tanpa fanatik terhadap bangsa dan golongan tertentu.
Dari hukum-hukum syariat yang terpenting adalah jaminan dan tanggung jawab sosial. Al-Qur’an jika dibandingkan dengan dengan hukum politik kuno ataupun modern atau dengan syariat Musa dan Isa, maka kita telah menemukan manfaat yang banyak terhadap penerapan syariat Al-Qur’an, yang mewajibkan hanba-Nya mengikuti hukum-hukumnya atau berpegang pada prinsip-prinsip-Nya. Terdapat prinsip pokok yang dapat memuat hukum-hukum lainnya.

4. Keistimewaan Syariat Al-Qur’an
Terdapatnya jaminan syariat Al-Qur’an yang langgeng dan kekal, penuh kebaikan terhormat, konsisten dan mulia. Al-Qur’an memberi derajat yang tinggi dan kekuasaan dunia, mempunyai pangkat di bumi. Keistimewaan yang penting : Al-Qur’an bersumber dari Tuhan, syariat Islam menjadi paradigma kemanusiaan, keseimbangan antara kemaslahatan khusus dan umum, syariat Al-Qur’an lengkap, teratur, universal, kekal, dan juga terdapat dampak positif dan prevensi negatif, dimensi ganda (syariat duniawi dan ukhrawi) dalam sanksi Al-Qur’an.

5. Al-Qur’an sebagai Inspirasi
Susunan ayat-ayat Al-Qur’an rapi dan terinci serta makna dan kandungannya merangsang telaah yang mendalam. Hal ini meyakinkan kita, bahwa Al-Qur’an wahyu yang diturunkan Allah Swt dengan hak sebagai sumber hukum. Al-Qur’an meletakkan akal dalam posisi yang terhormat, dengan demikian Islam bisa menempatkan analogi sesuai dengan porsinya sebagai salah satu tiang legislasi hukum Islam yang kemudian menimbulkan analogi dan pada gilirannya menimbulkan kreasi dan inspirasi. Al-Qur’an menjadi inspirasi munculnya undang-undang yang ada di seluruh dunia dan mempengaruhi mazhab individualisme. Ayat-ayat hukum selalu didekati secara otomatis dan harfiahdengan ditopang oleh hadits dan ijma’ yang dipandang dengan masdar al-Tasyri’ kedua dan ketiga setelah Al-Qur’an.

6. Pandangan Al-Qur’an Mengenai Pembangunan
Petunjuk Al-Qur’an untuk mencapai tuntunan Tuhan untuk pembinaan dan pembangunan manusia dan dunianya sudah cukup jelas (QS. 34:24-26). Kita bersyukur bahwa dalam negara Pancasila ini, telah ditemukan bentuk kata sepakat, yaitu warga negara Indonesia telah menerima Pancasila sebagai pedoman, panutan, dan pegangan hidup bagi sikap dan tingkah laku kehidupan bernegara.
Pandangan Islam tentang pembangunan :
- Azas manfaat Al-Qur’an (QS. 4: 29).
- Azas usaha bersama dan kekeluargaan (QS. 5:2)
- Azas demokrasi (QS. 42:38)
- Azas Adil dan merata (QS. 16:90) (QS. 59:7)
- Azas peri kehidupan dalam keseimbangan (QS. 28:77)
- Azas keberadaan hukum (QS. 4:65)
- Azas kepercayaan pada diri sendiri (QS. 3:159) (QS. 4:84) (QS.49:13)

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Al-Qur’an kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
2. Sebagai umat Islam harus tetap sebagai tafaqquh fid-diin (teorisi hukum-hukum diin)
3. Al-Qur’an adalah sumber pertama yang orisinil bagi syariat Islam.
4. Keistimewaan syariat Al-Qur’an memberi derajat yang tinggi dan kekuasaan dunia dan Al-Qur’an mempunyai pangkat di bumi.
5. Al-Qur’an diturunkan Allah dengan hak sebagai sumber hukum.
6. Di dalam Al-Qur’an terdapat petunjuk tentang tuntunan Tuhan dalam pembinaan dan pembangunan manusia dan dunianya.

B. Saran
1. Hendaknya umat Islam dalam menentukan langkahnya menuju kebaikan berpedoman pada ajaran Al-Qur’an dan tidak melenceng dari ajaran-ajarannya.
2. Umat Islam harus bisa menyelesaikan pandangan dengan pandangan yang terdapat dalam Al-Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA

Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung : Mizan, 1992.
Sukanto, M.M, Al-Qur’an Sumber Inspirasi, Surabaya : Risalah Gusti, 1992.
Zuhaili, Wahbah, Dr, Al-Qur’an paradigma Hukum dan Peradaban : Risalah Gusti, 1996.
Razak, Narruddin, Drs, Dienul Islam, Bandung : Al-Ma’arif, 1993.
Departemen Agama Republik Indonesia, Surabaya : GV Jaya Sakti.

Al quran sumber Hukum

AL-QUR'AN SUMBER HUKUM ISLAM

A. Pengertian Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah firman Allah yang diturunkan oleh Allah dengan perantara Jibril dalam hati Rasulullah SAW. Muhammad Bin Abdullah dengan lafal bahasa Arab dan makna yang pasti sebagai bukti bagi Rasul bahwasannya dia adalah utusan Allah, sebagai undang-undang sekaligus petunjuk bagi manusia dan sebagai sarana pendekatan (seorang hamba kepada Tuhannya) sekaligus ibadah bila dibaca.
Al-Qur'an adalah :

Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. ditulis dalam mushaf yang menggunakan bahasa Arab yang sampai kepada kita (dinukilkan kepada kita) dengan jalan mutawatir, yang dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.
Al-Qur'an adalah sumber hukum Islam pertama dan utama yang memuat kaidah-kaidah hukum fundamental (asasi) yang perlu dikaji dengan teliti dan dikembangkan lebih lanjut, menurut keyakinan umat Islam, yang dibenarkan oleh penelitian ilmiah terakhir (Maurica Bucaille, 1979:185), Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan memuat wahyu (firman) Allah Tuhan Yang Maha Esa, asli seperti yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai rasul-Nya sedikit demi sedikit selama 22 tahun/23 tahun 2 bulan 22 hari mula-mula di Makkah kemudian di Madinah untuk menjadi pedoman / petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat kelak. Menurut S.H. Nasr (SH. Nasr, 1987:27) yang terdapat dalam Al-Qur'an adalah prinsip-prinsip segala ilmu pengetahuan, termaduk di dalamnya kosmologi (cabang astronomi : ilmu tentang matahari, bulan, bintang dan planet-planetnya yang menyelidi asal usul, susunan dan hubungan ruang waktu di alam semesta) dan pengetuan alam.
Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 23 tahun 2 bulan 22 hari yaitu masa di mana kerisalahan Nabi Muhammad berlangsung. Sebagian di antaranya turun di Makkah dalam masa tegaknya kerisalahan itu dan sebagian yang lain turun di kota Madinah.
1. Ayat-ayat Al-Qur'an yang turun di Makkah kebanyakan atau bahkan seluruhnya menetapkan tentang akidah (sebelum hijrah)
2. Ayat-ayat Al-Qur'an yang turun di Madinah mengandung hukum-hukum fiqih (setelah hijrah).
Macam-macam hukum Al-Qur'an
1. Hukum aqidah adalah hukum yang berhubungan dengan hal-hal yang wajib diyakini oleh seorang mukallaf, tentang al wahdaniah (ke Esaan Allah), keimanan terhadap malaikat, para nabi dan hari akhir (ayat-ayat Makkiyah).
Di dalam ayat-ayat Makkiyah juga terdapat banatahan-bantahan terhadap orang-orang musyrik, pemaparan ibarat dan tamsil-tamsil (yang menjerakan / menakutkan) menerangkan akibat orang-orang yang berbuat syirik dan durhaka di beberapa negeri dan mengajak kepada kebebasan berpikir dan melepaskan dari apa yang dianut oleh orang tua dan nenek moyang mereka.
2. Hukum perbuatan adalah hukum yang berhubungan yang bertalian dengan ucapan, perbuatan, akad / pengelolaan yang timbul dari seorang mukallaf, hukum ini disebut fiqih. Al-Qur'an sebagai sasaran pembahasan ilmu ushul fiqih (ayat-ayat Madaniyah).
Hukum perbuatan dalam Al-Qur'an terdiri atas 2 (dua) macam :
1) Hukum ibadah, seperti sholat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah dan ibadah-ibadah murni lainnya yang bertujuan mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.
2) Hukum mu’amalah, seperti akad, pengelolaan hukuman, pidana dan perbuatan selain ibadah murni lainnya yang bertujuan mengatur hubungan antara sesama mukallaf baik antar individu, kelompok maupun antar bangsa.
Hukum perbuatan selain ibadah dalam istilah syar’i disebut hukum mu’amalah, sedangkan dalam istilah modern hukum perbuatan itu bercabang-cabang sesuai dengan konstelasi hukum itu sendiri dan sesuai tujuan-tujuanya sebagai berikut :
a. Hukum pribadi
b. Hukum perdata
c. Hukum pidana
d. Hukum acara
e. Hukum tata negara
f. Hukum internasional
g. Hukum ekonomi dan keuangan
B. Kekuatan Al-Qur'an Sebagai Hujjah
Alasan Al-Qur'an sebagai hujjah bagi umat manusia dan bahwa hukum yang dikandungnya adalah undang-undang yang harus ditaati, karena Al-Qur'an diturunkan langsung dari Allah dan diterima oleh manusia dari Allah dengan cara yang pasti, tidak diragukan lagi kebenarannya sesuai dengan firman-Nya :

(Kitab) Al-Qur'an ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Al-Baqarah:2).
Demikian pula Al-Qur'an turunnya secara berangsur-angsur itu karena di dalamnya terkandung 2 (dua) aspek :
1. Bahwa turunnya Al-Qur'an (secara berangsur-angsur) itu menguatkan hati.
2. Untuk mentartilkan Al-Qur'an
Secara ringkas bahwa yang dimaksud menguatkan hati adalah kesenangan rohani (spiritual) bagi diri Nabi dan menghujahkan makna Al-Qur'an serta hukum-hukumnya di dalam jiwa Nabi dan jiwa manusia umumnya, sekaligus menjelaskan jalan untuk memahaminya. Adapun sebab yang menimbulkan kesenangan spiritual nabi itu adalah bahwa turunnya Al-Qur'an secara berangsur-angsur tersebut membuat Nabi dapat berhubungan spiritual dengan Allah yang Maha Agung, sepanjang masa kerisalahannya. Dengan demikian Nabi selalu senang, karena dapat berkomunikasi dengan Tuhannya. Kalaulah Al-Qur'an turun sekaligus, maka pertolongan yang bersifat spiritual itu tidak akan terjadi secara lestari, khususnya di saat Nabi sangat membutuhkan karena mendapat cacian kaum musyrikin dan menghadapi mereka karena membawa agama Islam yang baru. Adapun yang menguatkan makna hukum adalah karena turunnya Al-Qur'an itu pada waktu diperlukannya keterangan hukum. Ketika terjadi kasus / permasalahan pada suatu itu pula Al-Qur'an turun menerangkan hukumnya sehingga kehadiran hukum di sini tepat pada saat-saat dibutuhkan dan sekaligus kasus-kasus / permasalahan itu sendiri dapat memperjelas sebagian maksud hukum. Keadaan seperti itu dengan sendirinya dapat menolong dalam memahami Al-Qur'an dan memang sebab-sebab turunnya ayat (asbabun nuzul) itu merupakan cahaya yang dapat menerangi pemahaman makna-makna Al-Qur'an, sekaligus dapat menemukan beberapa tujuan-tujuan hukum.
Kedua, tartil sebagai dasar adanya tartil adalah bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada kaum ummy yang tidak dapat membaca dan menulis, sementara Allah menghendaki Al-Qur'an dapat dihafal dan diresapi agar secara beruntun tetap lestari sampai hari kiamat. Maka turunnya Al-Qur'an secara berangsur-angsur merupakan cara (wasilah) untuk itu yang dapat memudahkan nabi dan para sahabat untuk menghafalnya. Dan agar nabi gemar menggerakkan lisannya untuk menghafal ayat-ayat setiap Jibril turun membawa dan membacakannya.
Oleh karena itulah Allah berfirman dalam surat Al-Qiyamah: 16-19:

Janganlah
C. Kemukjizatan Al-Qur'an yang Pernah Diungkapan oleh Para Ulama
Pertama, kefasihan lafal,kekuatan pengaruh Al-Qur'an dan kebalaghahan Al-Qur'an (segi kemudahan Al-Qur'an). Mutu keindahan bahasa Al-Qur'an tidak hanya dikenal oleh kalangan sastrawan Arab saja. Tetapi lebih dari itu, keindahan bahasa Al-Qur'an telah diakui pula oleh orang-orang dan para ahli yang pernah mendalami dan mengkaji ilmu bayan dalam bahasa Arab. Mereka bandingkan antara bahasa Al-Qur'an dengan syair dan karya sastra lainnya, akhirnya kesimpulan yang didapat ialah bahwa ternyata bahasa Al-Qur'an amat lain dari jenis syair dan karya sastra manusia pada umumnya.
Kedua, pemberitaan Al-Qur'an tentang keadaan yang terjadi pada abad-abad yang silam, Al-Qur'an telah menceritakan tentang kasus kaum ‘Ad dan Samud, kaum Luth dan kaum Nuh, kaum Nabi Ibrahim, tentang Musa beserta kaumnya, kasus Fir’aun, tentang Maryam dan kelahirannya, kelahiran Yahya, kelahiran Isa al Masih, dan sebagainya.
Ketiga, pemberitaan Al-Qur'an tentang hal-hal yang akan terjadi pada masa datang, antara lain pemberitaan Al-Qur'an mengenai kekalahan bangsa Persia setelah lebih dulu bangsa Persia setelah lebih dulu bangsa Romawi yang kalah. Firman Allah dalam surat Ar-Rum : 1-5, artinya: Alif laam mim, telah dikalahkan bangsa Romawi. Di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun lagi, bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman. Karena pertolongan Allah…
Dan sungguh apa yang diberitakan Al-Qur'an itu benar-benar telah terjadi. Allah SWT. menjanjikan kemenangan kaum mukminin di dalam perang badar al-kubra dan sungguh kemenangan itu benar-benar telah terbukti.
Keempat, kandungan Al-Qur'an yang memuat beberapa ilmu pengetahuan yang tidak mungkin diketahui oleh seorang ummiy yang tidak pandai membaca dan menulis dan tidak ada suatu perguruan atau lembaga pendidikan yang mengajarnya. Al-Qur'an mengandung realitas ilmiah tentang kejadian langit dan bumi, seperti dinyatakannya bahwa langit dan bumi itu dulunya berasal dari satu gumpalan, kemudian terjadi ledakan yang membuat terpecah-pecah menjadi beberapa planet.
Apa yang disebutkan di atas adalah sebagian dari segi kemukjizatan Al-Qur'an. Di samping itu Al-Qur'an juga memiliki nilai kemukjizatan yang hanya disebutkan para ulama melalui isyarat yakni syariat yang terkandung di dalamnya. Imam al-Qurthubi menyinggung sekilas tentang nilai-nilai kemukjizatan Al-Qur'an dalam kitabnya Ahkam Al-Qur'an. Di antaranya ialah hukum halal, haram dan sebagainya yang menjadi pedoman bagi umat manusia.
D. Keistimewaan Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah lafal dan maknanya semuanya dari Allah, sedang lafalnya yang berbahasa Arab itulah yang diturunkan Allah ke dalam hati utusannya. Dan Rasulullah tidak bisa lain kecuali membacakan dan menyampaikan apa yang diturunkan itu.
Imam Syafi’i dalam kitabnya Risalat al Ushul menjelaskan, landasan bahwa Al-Qur'an itu bahasa Arab ada 2 hal, yaitu :
1. Bagi seorang yang tidak mengetahui uslub-uslub bahasa Arab secara mendalam, maka tidak diperbolehkan menjelaskan makna-makna yang terkandung dalam Al-Qur'an. Oleh karena itu, ia harus mengetahui lafadz-lafadz umum beserta dilalahnya. kedudukan lafadz-lafadz khas yang berhadapan dengan lafadz-lafadz ‘am, lafadz-lafadz muzmal, musytarak, mufashal, dan sebagainya. Dengan demikian ia akan mampu menggali hukum-hukum fiqih dari Al-Qur'an.
2. Bagi setiap orang Islam, wajib mengetahui bahasa Arab, minimal sekedar untuk dapat beragama dengan benar serta mampu membaca dan memahami Al-Qur'an. Karena membaca Al-Qur'an kurang berarti jika tidak memahami maknanya.

DAFTAR PUSTAKA


1. Prof. Dr. Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih Kaidah Hukum Islam, hal. 13-36.
2. Prof. H. Muhammad Daud Ali, SH., Hukum Islam, hal. 70-79.
3. Drs. Zarkasji Abdul Salam dan Drs. Oman Faturohman SW, Pengantar Ilmu Fiqih Ushul Fiqih, hal. 94-97, th. 1994.
4. Prof. Muhammad Abu Zahroh, Ushul Fiqih, hal. 100-149, th. 2007.

Hadis Membaca Al qur'an

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai kalamullah, secara komprensif, terbukti telah mencerahkan eksistensi kebenarannya dan moral manusia. Mukjizat dan Wahyu yang menjadi kitab umat Islam seluruh dunia ini, tidak habis-habisnya menguraikan dengan detail substansi kebenarannya.
Untuk menuju kepada kebenaran Al-Qur’an yang sesungguhnya kita pun harus membaca Al-Qur’an itu dengan benar pula, karena apabila kita salah dalam membacanya walau hanya kharokatnya saja itu akan mempengaruhi artinya, untuk itu diperlukan adanya membaca Al-Qur’an yang benar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Al-Qur’an?
2. Apa dalil / hadits tentang membaca Al-Qur’an yang benar?
3. Bagaimana tatacara membaca Al-Qur’an yang benar?
4. Apa hikmah membaca Al-Qur’an sesuai dengan tatacara yang benar?

C. Tujuan Pembahasan
1. Agar mahasiswa mengetahui pengertian Al-Qur’an.
2. Agar mahasiswa mengetahui dalil-dalil tentang membaca Al-Qur’an merupakan ibadah.
3. Agar mahasiswa mengetahui tata cara membaca Al-Qur’an yang benar.
4. Agar mahasiswa mengetahui hikmah membaca Al-Qur’an sesuai dengan tatacara yang benar.





BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Al-Qur’an
Secara bahasa (Etimologi) merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-‘a (قرأ) yang bermakna Talaa (تلا) [keduanya berarti: membaca], atau bermakna jama’a (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro’a Qor’an Wa Qur’aanan (قرأ- قرءا- وقرآنا) sama seperti anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa Ghufroonan (غفر-غفرا- وغفرانا).
Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan isim maf’uul, artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari isim faa’il, artinya jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi) karena ia mengumpulkan / mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.

Secara istilah:
- Syeikh Muhammad Khudori beik merumuskan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah yang berbahasa Arab, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Disampaikan kepada kita secara mutawatir, ditulis dalam mushaf yang dimulai dengan surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas.
- Menurut Hamka dalam “Tafsir Al-Azhar” mengistilahkan: Al-Qur’an ialah Wahyu Allah yang diturunkan Allah kepada Rasulnya dengan perantara malaikat Jibril untuk disampaikan kepada manusia.
Ada bermacam-macam kata lain yang dipakai oleh Allah untuk menamakan Al-Qur’an. As-Suyuti dalam bukunya “Al-Itqan” menyatakan ada 55 nama. Tetapi yang sering dipakai adalah Al-Kitab dan Al-Qur’an sedang yang umum dipakai manusia adalah Al-Qur’an.
1. Al-Furqan, artinya untuk membedakan yang hak dengan yang batil. Seperti pada ayat:
  •      •
Artinya:
Maha Suci Allah yang Telah menurunkan Al Furqaan kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam. (QS. Al-Furqan:1)

2. Al-Kitab seperti yang dinyatakan dalam ayat:
        
Artinya:
Inilah Al-Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (QS. Al-Baqarah: 2).

3. Az-Zikr, artinya memberi peringatan bagi yang lupa, seperti pada ayat:
  •     

Artinya:
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya." (QS. Al-Hijr: 9).

4. Suhuf, berarti lembaran-lembaran, seperti pada ayat:
      

Artinya:
"(yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al Quran)," (Qs. Al-Bayyinah: 2).

5. Al-Haq, yang berarti kebenaran, seperti pada ayat:
وقل جاء الحق وزهق الباطل إن الباطل كان زهوقا

Artinya:
"Dan katakanlah yang benar telah datang dan yang adil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap."



B. Dalil atau Hadits Membaca Al-Qur’an Merupakan Ibadah
Dalil / Hadits tentang membaca Al-Qur'an ibadah itu banyak sekali. Diantaranya adalah:
1.
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من قرأ حرفا من كتاب الله فله به حسنة والحسنة بعشر أمثالها لا أقول الم حرف و لكن ألف حرف ولم حرف وميم حرف. (رواه الترمذي و قال هذا حديث صحيح غريب إسناد والدارمي)

Artinya:
"Dari Ibnu Mas'ud r.a. Rosululloh SAW. Bersabda: barang siapa membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu hasanah (kebaikan). Dan satu hasanah itu sama dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak menyatakan bahwa alif lam mim satu huruh, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf." (Tirmidzi).

2.
عن معاذ الجهني رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من قرأ القرأن وعمل بمعانيه ألبس والداه تاجا يوم القيامة ضوءه أحسن ضوء الشمس في بيوت الدنيا لو كانت فيكم فما ظنكم بالذي عمل بهذا (رواه أحمد وأبو داود و صحيح الحاكم)

Artinya:
"Dari Mu'adz al-Juhaini r.a. Rasululloh SAW. Bersabda: barang siapa membaca al-Qur'an dan mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya, maka kedua orang tuanya akan dikenakan mahkota pada hari kiamat yang bahannya melebihi cahaya matahari sandalnya ada di dalam rumah-rumah kalian di dunia ini, maka bagaimanakah perkiraannmu mengenai orang yang mengamalkannya?" (Ahmad, Abu Dawud, At-Targhib).
3.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: تعلموا القرأن فاقرأوه فإن مثل القرأن لمن تعلم فقرأ وقام به كمثل جراب محشو مسكا تفوح ريحه كل مكان ومثل من تعلمه فرقد وهو في جوفه كمثل جراب أوكي على مسك(رواه الترمذي والنسائي وابن ماجه وابن حبان)

Artinya:
"Dari Abu Hurairah r.a. Rosululloh SAW bersabda: belajarlah al-Qur'an dan bacalah ia. Sesungguhnya perumpamaan al-Qur'an bagi orang yang mempelajarinya lalu membacanya dan mengamalkannya adalah seperti sebuah kantong terbuka yang penuh dengan Kasturi. Baunya semerbak menyebar ke seluruh tempat. Dan perumpamaan orang yang belajar al-Qur'an tetapi tidur, sedang al-Qur'an berada di hatinya. Adalah seperti kantong penuh Kasturi yang mulutnya tertutup." (Tirmidzi, Nasa'I, Ibnu Majah, Ibnu Hibban).

4. Allah SWT. Berfirman dalam hadits Qudsi, yang artinya:
"Barang siapa yang disibukkan oleh kegiatan membaca al-Qur'an hingga tidak berdo'a dan tidak meminta kepadaku, maka akan kuberikan padanya pahala melebihi pahala orang-orang yang pandai bersyukur."

5. Rosululloh SAW bersabda:
أفضل عبادة أمتي قراءة القرأن

"Paling utamanya ibadat ummatku adalah membaca al-Qur'an" .

C. Tata Cara Membaca Al-Qur'an yang Benar!
Al-Qur'an salah satu kitab suci yang isinya ditulis dengan bahasa arab. Yang tidak semua orang bisa membacanya. Untuk bisa membaca al-Qur'an yang benar itu ada beberapa tata cara di antaranya:
1. Membaca huruf-hurufnya sesuai mahrajnya.
2. Memperhatikan tempat-tempat waqaf dan huruf yang harus dibaca panjang. .
3. Membaca semua harokat dengan benar.
4. Membaca dengan sempurna dan jelas semua tasydid dan madnya.
Selain tata cara di atas dalam membaca al-Qur'an ada beberapa adab, diantara adab-adab tersebut adalah:
a. Adab Lahiriah
- Membaca dengan penuh penghormatan (Ihtiram)
- Mengambil al-Qur'an hendaknya dengan tangan kanan
- Dalam membaca al-Qur'an disunnahkan menghadap qiblat dengan khusyu' dan tenang.
- Sebelum membaca al-Qur'an disunnahkan membaca ta'awudz.
b. Ada Batiniah
- Mengagungkan al-Qur'an di dalam hati sebagai kalam yang tertinggi.
- Menjauhkan rasa bimbingan dan ragu dari hati kita.
- Membacanya dengan merenungkan makna setiap ayatnya.
- Hati kita mengikuti ayat-ayat yang kita baca.

D. Hikmah membaca al-Qur'an sesuai dengan tata cara yang benar!
- Untuk memelihara ucapan (lisan) dari kesalahan ketika membaca al-Qur'an.
- Untuk memelihara suara, dengan kita membaca sesuai dengan tata cara yang benar suara kita akan terlihat bagus dan itu akan menambah keindahan al-Qur'an.
Rosululloh SAW. Telah bersabda yang artinya:
"Kamu hiasilah al-Qur'an dengan suaramu yang merdu"
- Adanya hubungan dengan materi PAI aspek al-Qur'an misalnya:
Mata pelajaran : PAI
Aspek : Al-Qur'an
Kelas : XII (3 SMA)17
Standar Kompetensi : Perintah Dakwah kepada Nabi SAW.
Kompetensi Dasar : Menerapkan hukum dan metode dakwah Nabi Muhammad SAW
Materi Pokok : Awal perintah dakwah Nabi Muhammad SAW QS. Asy-Syuara ayat 214-216 dan QS. Al-Hijr ayat 94-96.
Indikator : - Siswa mampu membaca ayat dengan fasih
- Siswa mampu menterjemahkan ayat dengan benar
- Siswa mampu menulis ayat dengan benar
- Menulis ayat dengan benar
Dengan demikian siswa diberi motivasi untuk senang membaca Al-Qur'an dengan suara yang bagus dan benar.

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Al-Qur'an adalah kitab Allah yang berbahasa Arab, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang disampaikan kepada kita secara mutawatir. Ditulis dalam mushaf yang dimulai dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas.
Untuk membaca al-Qur'an yang benar ada tata cara yang harus dipenuhi yaitu harus sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu tajwid. Seperti mahrajnya harus sesuai, berhenti di tempat yang benar dan lain-lain. Dan hikmah dari membaca al-Qur'an sesuai dengan tata cara yang benar yaitu hubungan dengan materi PAI aspek Al-Qur'an.



DAFTAR PUSTAKA


1. Al-Ghazali, 1995. Teosofia Al-Qur'an, Penerbit Risalah Gusti, Surabaya.
2. Masjfuk Zuhdi, Drs. 1982, Pengantar Ulumul Qur'an.
3. Syahminan Zaini, Drs. 1982. Kewajiban Orang Beriman Terhadap Al-Qur'an, Penerbit al-Ikhlas. Surabaya.
4. Ash-Shabani Ali Muhammad, 2008. Terjemah Ayat Ahkam. PT. Bina Ilmu, Surabaya.
5. Zakariyya Muhammad Maulana, al-Kandahlawi Rah. a, Penerbit Ash-Shoff. Yogyakarta.
6. http://hikmatun. Wordpress.com / 200/01/03/ Pengertian al-Qur'an/diakses pada tanggal 17 Nopember 2009.
7. http://Syazil . 1972. multiplay.com/Jounal/Item/41/diakses pada tanggal 17 Nopember 2009.
Pedulikah Akhi-Ukhti (Alumni) terhadap PP. Manbaul Hikam Putat?
Sangat Peduli0%
Peduli 0%
Tidak Peduli 0%
Biasa Aja0%

Popular Posts

Unit Pendidikan

Followers

Kontributor

Random Post

Flag Counter

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *